Lihat ke Halaman Asli

Dimas Yuri Ramdhana

Editor dan Penulis Lepas

Muhammad Ali Bukan Sekadar Atlet

Diperbarui: 19 Januari 2023   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Hari itu mungkin tidak terbayang bagi si penjaga pintu hotel. Seorang Muhammad Ali berhenti di pintu, menyapa, dan mengajaknya berbincang. Muhammad Ali membuat orang penting menunggu di lobi untuk dirinya sekadar berbincang dengan si penjaga pintu. Momen seperti itu bukan hanya "sekadar" dan bayangkan Muhammad Ali selalu menyempatkan diri dengan orang-orang apa pun status pekerjaannya.

Nama Cassius Clay melambung setelah mendapatkan medali emas di Olimpiade tahun 1960. Dan semakin terkenal ketika berhasil mengalahkan Sonny Liston pada tahun 1964.

Pada awal-awal keemasannya tersebut, justru ia bergabung dengan kelompok agama Islam yang ketat sekaligus minoritas di Amerika. Kontroversi memang, namun namanya tidak meredup, justru semakin berkibar dengan nama yang baru, yaitu Muhammad Ali.

Muhammad Ali memang luar biasa di panggung tinju. Gerakannya cepat dan keahlian kakinya luar biasa. Ali pernah berkelakar bahwa memang tinju jabnya tidak terlalu keras, namun kau akan kelelahan melawannya karena pukulanmu akan selalu meleset.

Kelihaiannya bergerak dan "menari" ia manifestasikan ke dalam sebuah kalimat yang terus terngiang hingga kini. "Float like a butterfly, sting like a bee". Selain itu, tercipta teknik baru dari Muhammad Ali menghindari pukulan yang diberi nama rope-a-dope.

Teknik itu terekam dalam momen di mana Muhammad Ali menghindari pukulan beruntun dari George Foreman dalam satu kali kesempatan. Ia meliuk-liuk seperti kupu-kupu, kemudian menyengat seperti lebah. Lalu, George terjerembab. Pertarungan yang bertajuk "Rumble in the Jungle" akhirnya dimenangkan oleh Muhammad Ali.

Muhammad Ali adalah petinju yang luar biasa. Ia atlet yang berjaya. Namun, Muhammad Ali bukan sekadar atlet yang hanya memikirkan juara. Ia adalah atlet yang memikirkan sisi lain di luar ring. Tinju adalah jalannya, dan Muhammad Ali adalah intinya. Dunia ditakdirkan bertemu dengan seseorang yang bernama Muhammad Ali.

Dunia perlu Muhammad Ali dalam keseimbangannya. Ia tak selalu dicinta, ada juga yang membencinya. Ali bukanlah orang yang ingin dicintai semua orang. Bagaimana bisa Ali bersikap demikian, padahal dirinya adalah pembangkang dan tak bisa dikekang? Namun demikian, bisa-bisanya ia menjadi inspirasi dan menebar nilai-nilai begitu besar pada masanya.

Muhammad Ali mengajarkan kepercayaan diri kepada pemuda kulit hitam. Ia sering kali berbicara di depan publik dan berkata bahwa dirinya tampan dengan percaya diri.

Pada masanya isu rasis masih terasa dan orang kulit hitam selalu menjadi sasaran diskriminasi yang membuat para pemuda menjadi rendah diri. Muhammad Ali merasakannya dan tidak ingin para pemuda merasa rendah diri. Tuhan telah menciptakan mereka begitu indah dan sempurna. Mereka tidak seharusnya merasa begitu.

Kepercayaan diri Muhammad Ali tidak hanya memengaruhi orang kulit hitam, tetapi juga kepada orang-orang dari ras lain. Seorang bocah berkulit putih melakukan gerakan latihan bertinju dan ingin menjadi seorang Muhammad Ali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline