Dalam debat yang digelar sepuluh hari sebelum Pilpres 2024 pada 14 Februari mendatang, isu tentang bansos kembali mengemuka, menyusul dugaan politisasi bansos yang dinilai kian masif jelang Pilpres 2024. Selain itu, ketiga capres juga saling adu argumen tentang stunting dan nasib pekerja migran, serta saling sindir soal pendidikan.
Akan tetapi, peneliti Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Anggi Afriansyah menilai perdebatan yang berlangsung masih cenderung normatif dan kurang memberi gambaran utuh dari visi misi capres yang sudah ada di dalam dokumen tekstual.
“Keterbatasan waktu dan variasi tema lainnya sepertinya turut mempengaruhi bobot pendidikan yang kurang menggambarkan visi dan misi capres-cawapres bidang pendidikan serta kurang memberikan penekanan pada upaya menyelesaikan kompleksitas dan problematika pendidikan di Indonesia,” jelas Anggi, Minggu (04/02).
Anggi menyebut ketiga capres cenderung saling menyetujui satu sama lain. Hal ini menurutnya membuat kurangnya elaborasi kekuatan dari visi dan misi bidang pendidikan yang ada di dokumen masing-masing.
Sementara itu, Direktur Setara Institute, Halili Hasan, menyayangkan para capres dalam debat pamungkas ini tidak banyak memberikan perhatian kepada penerimaan dan pengakuan bagi mereka yang terpinggirkan, termasuk kelompok disabilitas, di ranah sosial.
"Inklusi adalah puncak dari toleransi, awal dari toleransi adalah penerimaan dan pengakuan. Oleh karena itu, ketika berbicara mengenai inklusi terhadap disabilitas, mestinya dimulai dari penerimaan seutuhnya kepada mereka, baik di level pemerintah maupun di level sosial. Demikian pula soal soal pengakuan," ujar Halili.
Senada, peneliti kebijakan sosial dari lembaga riset Prakarsa Darmawan Prasetya, menyayangkan para capres tidak membahas lebih dalam soal isu lapangan kerja bagi para penyandang disabilitas.
Apalagi, Undang-Undang Penyandang Disabilitas 2016 telah mengatur kuota minimal 1% untuk penyandang disabilitas dari jumlah total pegawai di perusahaan swasta dan 2% untuk pegawai negeri ataupun BUMN.
"Sejauh ini, dari 2016 sampai 2024, belum ada laporan tentang penyerapan penyandang disabilitas di setiap perusahaan di Indonesia," kata Darmawan.