Lihat ke Halaman Asli

Dimas RahmatNaufal

Mahasiswa Administrasi Publik dan Kader IMM FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta

Meneropong Kebijakan ERP di Jakarta yang Berimbas kepada Pengguna Jalan

Diperbarui: 13 Januari 2023   11:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Wacana mengenai kebijakan Electonic Road Pricing (ERP) sudah terlebih dulu akan direncanakan pada tahun 2006 pada era Pak Sutiyoso, akan tetapi tidak berjalan, karena banyak kontra sekali yang terjadi. Sehingga di era Pak Heru sebagai PJ Gubernur membuka kembali yang telah ditutup sejak lama, oleh karena itu sekarang di tahun baru 2023 banyak pembahasan tentang ERP ini. Memang begitu banyak keresahan atas tanggapan, komentar terkait apakah ini sebagai solusi kemacetan atau bukan. Apabila solusi kemacetan dapat dilakukan oleh ERP tentu masyarakat akan senang sekali tapi kembali lagi penerapan kebijakan ERP ini apakah merugikan atau menguntungkan bagi pengguna jalan.

Melihat dari komposisi laju kendaraan dan muat kenadaraan masih begitu banyak permasalahan yang terjadi di simpang-simpang jalan terutama kendaraan bermotor, dengan penerapan kebijakan ERP dilakukan harus memperhatikan terlebih dahulu, tema besar kebijakan ERP ini kepada sub-sub tema yang akan memperlancar dan mempermudah untuk menjalankannya. Selain itu perlu adanya raperda dan pemprov DKI didesak agar membahasnya terlebih dahulu kepada Kemenhub menyelesaikan peraturan pemerintah (PP) tentang manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagai landasan penerapan sistem jalan berbayar atau ERP.

Sejumlah spokesperson Kemenhub telah memberi pernyataannya bahwa pembahasan PP sudah memasuki tahap akhir termasuk target penyelesaiannya dan ERP ini sebagai solusi atas banyaknya solusi untuk menciptakan kemacetan yang berimbang dengan lancarnya jalan raya. Maka jika kita meneropong usaha pemerintah daerah DKI Jakarta sudah berusaha keras dan selalu banyak harapan dengan ERP ini. Sebelum itu yang perlu kalian ketahui bahwa ERP ini sudah diterapkan pertama kali di negara Singapura pada 1 April 1998 untuk mengganti yang sebelumnya bernama Area-Licensing Scheme (ALS) dan Road Pricing Scheme (RPS).

ERP atau Electronic Road Pricing di terapkan di singapura bertujuan untuk mengurangi tingkat kemacetan di jalan-jalan arteri terutama terjadi pada jam-jam sibuk. Penerapannya dilakukan secara bertahap dengan jumlah 33 gate pada tahun pertama penerapannya. Cara berhasil menerapkan di negara tetangga kita supaya berhasil juga di Ibukota Indonesia.

Singapura melakukan scan pada setiap kendaraan yang melewati gate atau gerbang ERP tersebut. Scan atau deteksi ini dilakukan kepada alat yang terpasang di dalam kendaraan tersebut yang disebut In-vehicle Units (IU) yang di dalamnya di masukkan kartu pembayaran atau cash card. Kartu ini berfungsi seperti kartu deposit yang akan secara otomatis berkurang saldonya setiap kali melewati gate ERP sesuai dengan tarif yang di tentukan untuk jalan tersebut. Setiap kali akan melewati gerbang ERP ini kendaraan harus mengurang kecepatannya antara 20-30 km/h. Untuk jalan arteri dan 40-65km/h untuk expressway agar dapat di lakukanproses deteksi dari vehicle detector pada gate.

Setelah kita tahu ERP di Singapura berjalan dengan lancar. Meski begitu di negara kita sendiri nampak akan sulit melakukannya, karena faktor- faktor yang baru nanti setelah disetujui nantinya, masyarakat perlu lebih sosialisasi kembali mengenai teknologi ERP ini. Selain itu Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan "ERP baru bisa dilakukan apabila regulasinya sudah tersedia, penerapan ini akan dilaksanakan setelah legal aspeknya selesai." Ungkap Syafrin.

Menerapkan ERP di Jakarta dimulai dengan harga Rp 5 ribu sampai 19 ribu. Meski banyak pihak yang mendorong untuk dilakukan agar mengurangi populasi kendaraan bermotor dan juga mobil dengan para masyarakat harus memanfaatkan transportasi umum, tapi ada masalah yang di mana aksesibilitas untuk sampai ke kendaraan umum seperti JakLingko, TransJakarta, MRT, KRL masih belum merata di tempat yang ramai banyak orang sehabis bekerja, kuliah, sekolah dll. Lalu akan menimbulkan dampak beban tersendiri pada masyarakat yang di mana sudah banyak kebutuhan dan juga pajak yang harus dibayar oleh masyarakat.

Bahkan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menilai "Rencana penerapan Electronic Road Pricing (ERP) setiap kendaraan yang melintas di kawasan tertentu yang menerapkan ERP bakal dikenakan tarif. Merujuk draf Raperda Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE), pengendara yang melanggar ketentuan akan diberi sanksi," kata Nur Hidayat dalam keterangan tertulis. Tidak lupa ERP ini apabila pemerintah daerah tidak secara merata mensosialisasikan akan berimbas pada masyarakat usia tidak produktif, meski menurut data di Ibukota usia produktif lebih banyak daripada usia tua dan juga ERP ini mencermikan tidak adanya visi keadilan sosial bagi seluruh masyarakat.

Tidak lupa dengan penerapan ERP harus menguras kembali APBD dengan membangun penunjangnya yang begitu mahalnya. Jika Indonesia ingin mengikuti Singapura harus mempersiapkan apakah setiap pendapatan per kapita masyarakat mencukupi, setelah banyak pajak yang harus dibayarkan ditambah dengan ERP ini akan tidak ada keseimbangan terhadap pemahaman aksesbilitas teknologi pada ERP tersebut dengan ekonomi masyarakat. Tidak lupa juga pada pengendara online seperti Gojek, Grab, ikut terpengaruh meski pada perusahannya para kelola atau kepala pengelolaan ERP akan berdiskusi sebelum disetujui.

Kepada masyarakat menengah ke bawah banyak beban yang harus diperhatikan pada Pemerintah Daerah DKI Jakarta dengan melingkupi lingkungan sekitar para masyarakatnya sebelum bertindak lebih jauh lagi. Adakan sosialisasi secara jelas, beraspek integritas dengan adanya pertemuan dalam sosialisasi masyarakat dapat bertanya banyak hal dan tidak dibatasi, karena di Singapura sendiri mereka secara ekonomi di setiap kotanya melebihi dari ruang lingkup di setiap kota-kota di Jakarta dan ERP perlu dijelaskan secara runtut, rinci jangan sampai ada yang terlewat.

Diharapkan pro kontra ERP dapat menemui jalan tengahnya dengan cara masyarakat dan pemerintah Jakarta saling membersamai, berdemokrasi meski ada beban tersendiri pada kebijakan publik ERP ini yang bergulir pada ketidakpastian atau tidak kepercayaan masyarakat pada jalannya regulasi dan itu harus diperhatikan kembali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline