Lihat ke Halaman Asli

DSSC: Sel Surya Generasi Terbaru Pemanen Listrik Efisiensi Tinggi dengan Modifikasi Fotoanoda dari Limbah, Apakah Benar?

Diperbarui: 27 Juni 2022   16:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia adalah energi. Namun perkembangan populasi yang sangat pesat menyebabkan kebutuhan energi semakin meningkat. Hal ini dikarenakan manusia masih sangat bergantung terhadap energi, salah satunya ialah energi fosil. Keadaan ini memicu keberadaan energi fosil menjadi tidak dapat bertahan lama. 

Menurut Kementerian ESDM RI (2016), cadangan sumber energi fosil di seluruh dunia sejak tahun 2016 yaitu 18 tahun untuk minyak bumi, 61 tahun untuk gas alam, dan 147 tahun untuk batu bara. Ketergantungan pada energi fosil mengakibatkan sumber energi ini menjadi semakin menipis sehingga memperparah terjadinya krisis energi.

Solusi yang berpotensi tinggi untuk mengatasi masalah tersebut adalah energi matahari. Energi matahari dapat dikonversi menjadi energi yang paling dibutuhkan pada abad ini, yakni energi listrik melalui sel surya. 

Sel surya menjadi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut karena sifatnya yang ramah lingkungan, bersih, terbarukan, dan memiliki efisiensi tinggi baik secara performa maupun biaya (Tang, 2017). 

Seiring perkembangan teknologi, adapun sel surya generasi ketiga yaitu dye-sensitized solar cell (DSSC). Salah satu cara untuk meningkatkan kinerja DSSC adalah memaksimalkan performa komponen seperti fotoanoda sehingga diperoleh efisiensi yang lebih besar. Fotoanoda yang umum digunakan adalah TiO2. 

Namun band gap yang lebih lebar pada TiO2 murni mengakibatkan DSSC hanya dapat menangkap sinar ultraviolet. Efeknya, DSSC hanya mencatatkan densitas arus sebesar 7,92 mA cm-2 dan efisiensi sebesar 3,25 % (Rezaei et al., 2019). 

Diperlukan modifikasi fotoanoda melalui penambahan carbon quantum dots (CQDs) agar DSSC mampu menangkap sinar tampak sehingga dapat beroperasi dalam kondisi penyinaran apapun untuk memperoleh efisiensi yang lebih besar. 

Namun fungsionalitas permukaan dan kemampuan dispersi CQDs harus ditingkatkan untuk mendapatkan potensi terbaik elektrokatalisisnya. Hal ini dapat diatasi dengan doping nitrogen yakni N-doped carbon quantum dots (N/CQDs) dimana atom ini akan memodulasi struktur ikatan dan sifat transpor muatan karbon (Ali et al., 2021).

 Keuntungan yang diperoleh dari penambahan N/CQDs di antaranya biaya sintesis rendah, peningkatan stabilitas, peningkatan konversi fotoluminisensi, dan inert terhadap bahan kimia (Essner & Baker, 2017).

Sementara itu, Indonesia memiliki sumber daya hasil hutan maupun hasil pertanian yang melimpah. Salah satu hasil pertanian yang paling banyak di Indonesia adalah padi (Umaningrum et al., 2018). Namun banyaknya hasil pertanian padi menghasilkan limbah yang tidak sedikit. 

Selain itu, pemanfaatan limbah pertanian padi belum dilakukan secara maksimal karena faktor teknis dan ekonomis. Salah satunya limbah pertanian padi adalah sekam padi yang berasal dari bagian kulit biji padi. Sekam padi memiliki kandungan yang kaya unsur karbon sehingga berpotensi dalam pembuatan material N/CQDs.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline