Konflik di negara Afganistan terjadi selama berpuluh-puluh tahun sejak invasi Uni Soviet dimulai pada Tahun 1979. Permasalahan ini seolah-olah belum menemui titik terang.
Apa yang terjadi di Afghanistan menurut beberapa sumber berakar dari kemajemukan suku-suku atau klan. Kemajemukan ini menyebabkan patriotisme yang tinggi terhadap suku masing-masing sehingga tidak ada loyalitas dan patriotisme dalam bernegara. Akibat dari konflik berkepanjangan ini, Amerika Serikat membawa pasukan NATO mencoba untuk meredam konflik bersenjata namun seperti yang diketahui sudah puluhan tahun NATO berada di Afganistan masih juga belum menemukan titik terang.
Situasi yang kian memburuk di Afganistan tidak memungkinkan warganya untuk tetap menjalani hidup mereka di negara tersebut. Sebagian besar warga memilih untuk mengungsi ke negara yang aman.
Tidak jarang banyak warga yang memutuskan untuk mengungsi ke negara lain yang lebih aman. Indonesia menjadi salah satu negara tujuan dari pencari suaka yang berasal dari Afghanistan. Hal ini didukung oleh Natanael dan Puspita (2021) yang menyatakan bahwa Indonesia memiliki PerPres No. 125/2016 tentang Pengungsi dari Luar Negeri.
Tetapi sejatinya tujuan utama para pencari suaka ini adalah negara Australia dan negara --negara barat yang meratifikasi Konvensi Internasional 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi. Namun karena satu dan banyak hal mereka akhirnya hanya sampai di Indonesia dan sulit keluar dari wilayah Indonesia.
Selain itu, Indonesia menjadi negara yang aman untuk ditinggali bagi pengungsi dan pencari suaka dari luar negeri khususnya Afganistan dikarenakan budaya Indonesia yang identik dengan budaya timur yang tidak jauh berbeda dengan Afganistan, dan juga Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya mayoritas muslim yang mana hal ini membuat pengungsi dan pencari suaka dari Afganistan akan lebih mudah untuk beradaptasi dengan situasi di Indonesia.
Hal ini dikarenakan kebanyakan para pengungsi dan pencari suaka ini berasal dari negara --negara muslim. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin melihat pengaruh konflik Afghanistan dengan pengungsi dan pencari suaka di Indonesia, yang mana puncaknya adalah pengambilalihan kekuasaan yang dilakukan oleh Taliban (militan) terhadap presiden Afghanistan yang sah yaitu Ashraf Ghani.
Taliban telah menguasai dan merebut kekuasaan di Afghanistan pada Minggu, 15 Agustus 2021 lalu. Kelompok bersenjata menyebar ke seluruh ibu kota dan memasuki istana presiden. Kejadian itu juga membuat Presiden Afghanistan Ashraf Ghani melarikan diri ke luar negeri.Taliban merupakan pasukan bersenjata yang dulu berperang dengan Uni Soviet sejak negara itu datang pada 1979.
Setelah kejatuhan Uni Soviet, Taliban merebut Ibukota Afganistan dan kekuasaan berpindah kepada mereka pada tahun 1996. Hingga pasca kejadian pembajakan pesawat yang dilakukan oleh Al Qaeda pada 11 September 2001, Amerika secara resmi menginvasi Afganistan yang dikuasai oleh Taliban karena Afghanistan dituduh menyembunyikan pimpinan Al Qaeda pada saat itu, Osama Bin Laeden.
Konflik di Afghanistan sangat mempengaruhi pengungsi dan pencari suaka Afganistan di Indonesia baik dari segi jumlah maupun cara mereka diperlakukan di Indonesia.
Berdasarkan studi literatur sebelumnya diketahui bahwa Indonesia bukanlah negara yang mengikuti Konvensi 1951 tentang Pengungsi yang mana membuat Indonesia tidak bisa dijadikan negara yang bisa ditinggali oleh para pengungsi dan pencari suaka. Namun, hal ini sepertinya tidak terlalu dihiraukan oleh berbagai pihak, karena faktanya banyak pencari suaka yang masih memilih Indonesia sebagai tempat perlindungan dari negara asalnya.