PENDEKATAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KOMERSIAL INTERNASIONAL BERBAHASA ASING
Artikel / Selasa, 18 Mei 2021 20:04 WIB / pepy nofriandi
Dwi Hananta (Hakim Pengadilan Negeri Surakarta Kelas I A Khusus , Kandidat Ph.D. pada Sourthwest University of Political Science and Law)
Pembentukan zona perdagangan bebas terus meningkat , hubungan perdagangan lintas negara makin terbuka, mendesak kenaikan jalinan hukum transnasional dengan cara signifikan . guna menjembatani kepentingan para pihak, biar memiliki kesepahaman mengenai makna yang diperjanjika n, sehingga jalinan hukum yang diikat dengan perjanjian dalam konteks lintas batas ditulis dalam teks bahasa yang diputuskan .
Di lain faktor , terdapat kepentingan nasional yang juga harus mendapatkan perlindungan , bahasa nasional merupakan salah satunya. Bagi sebuah bangsa, bahasa bukan cukup sekedar media berbicara serta berhubungan, sebagaimana disebutkan dalam konsideran Undang-Undang RI No mor 24
Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara , dan juga Lagu Kebangsaan (berikutnya disebut UU No . 24/2009), kalau bahasa bersama dengan bendera, simbol negara , serta lagu kebangsaan, adalah media pemersatu, identitas , serta bentuk keberadaan bangsa yang jadi lambang kemerdekaan serta kemasyhuran negeri. Bahasa serta adalah indikasi peradaban yang bersumber pada kisah perlawanan bangsa, kesatuan dalam kedamaian budaya , serta kesamaan dalam menciptakan cita-cita bangsa dan Negara .
Dalam Pasal 31 UU No . 24/2009 ditentukan kalau "Bahasa Indonesia harus dipakai dalam laporan kesepahaman ataupun kesepakatan yang menyertakan aturan negara , institusi negara Republik Indonesia, aturan swasta Indonesia atau perseorang an penduduk negara Indonesia. catatan kesepahaman ataupun kesepakatan yang menyertakan pihak asing ditulis serta dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan /atau bahasa Inggris."
berikutnya dalam peraturan pelaksana , Peraturan Presiden RI No mor 63 Tahun 2019 perihal Penggunaan Bahasa Indonesia (berikutnya diujarkan Perpres No . 63/2019) ditentukan pula apabila , "Bahasa nasional pihak asing serta/atau bahasa Inggris dipakai sebagai padanan ataupun makna Bahasa Indonesia buat mengibaratkan penjelasan catatan kesepahaman maupun perjanjian dengan pihak asing."
Pengaturan mengenai peranan pemakaian Bahasa Indonesia dalam catatan kesepahaman maupun kesepakatan itu dalam sebagian perkara dijadikan dasar hukum buat mengajukan gugatan pembatalan kesepakatan, walaupun tetap saja pada masa ditandatanganinya kesepakatan mereka menyadari dan mengetahui kalau kesepakatan yang mereka tandatangani tersebut dalam bahasa asing tanpa ada teks kesepakatan dalam Bahasa Indonesia.
Pengadilan tingkat pertama , tingkat banding, bahkan majelis hakim di pengadilan Agung sekali juga mempunyai pandangan dan sikap yang berbeda - beda akan perihal ini, akibatnya vonis yang dijatuhkan juga beragam. Inti kontras opini yaitu tentang apakah peranan pemanfaatan Bahasa Indonesia dalam perjanjian yaitu bersifat imperatif sebab diatur seperti itu dalam undan g-undan g, atau kah berkarakter voluntary gara-gara tidak ditentukan adanya hukuman berlandaskan pelanggaran kewajiban tersebut .