Dialektika Pancasila sebagai ideologi terus bergulir seiring dengan kecamuk dunia di negeri seberang yang tak pernah selesai. Negara tanpa ideologi, ibarat manusia berjalan tanpa kendali. Ideologilah membingkai negara agar memiliki langkah yang padu, memiliki nilai dan marwah di hadapan bangsa -- bangsa lain di dunia. Sebab ideologi menjadi ukuran tentang keutuhan sebuah negara. Semua berawal dari ideologi. Negeri -- negeri yang babak belur berantakan karena begitu rapuh dalam menyepakati sebuah ideologi.
Bersyukur kita punya Pancasila. Karena ia mampu menjadi jembatan penyeberangan untuk kehidupan yang lebih tenang tanpa pertentangan. Merajut Indonesia dengan ragam suku bangsa, adat istiadat, budaya, persepsi, keyakinan yang tidak sama, bukan perkara mudah. Heterogenitas ini sangat rentan terhadap gejolak dan perpecahan. Jika tidak dikelola sebaik --baiknya, gesekan -- gesekan kecil bisa menjadi api yang menghanguskan semuanya.
Pada saat bersamaan, percikan disintegrasi seringkali menjadi kabar buruk tentang proses penyatuan yang belum selesai. Maksudnya, dengan munculnya kelompok -- kelompok sparatis, menjadi batu sandungan tersendiri dalam menerjemahkan persatuan. Negara kepulauan seperti Indonesia, jika tidak dirawat dengan baik, akan mudah terjadinya disintegrasi. Sebab, laut dan selat bisa menjadi alat pemisah yang paling murah dalam gejolak disintegrasi. Tapi syukurlah hal itu tidak terjadi. Kita masih utuh sebagai bangsa.
Di sinilah urgensi membumikan ideologi Pancasila. Ia bukan sekadar dihafalkan di luar kepala, tapi wajib diamalkan dalam kehidupan nyata berbangsa dan bernegara. Kesadaran mengejawantahkan dalam kehidupan nyata akan menjadi magnet perekat dan pemersatu seluruh dimensi kehidupan bangsa Indonesia. Kita tak dapat membayangkan jika Indonesia tanpa Pancasila. Mau jadi apa Indonesia. Negara -- negara di luar sana dengan satu etnik saja seringkali berkecamuk, dan sering menumpahkan pelor memangsa saudara sebangsa.
Cukuplah Timor Timur lepas dari Indonesia. Pulau lain dengan sumber daya alam yang melimpah tak boleh lepas dari Indonesia. Referendem atau apapun namanya tidak boleh terjadi atas nama demokratisasi dan kemanusiaan. Bagaimanapun juga Kelompok Kriminal Bersenjata ( KKB ) di Papua tak boleh dibiarkan membesar atas nama kebebasan. Sebab mereka jelas -- jelas melakukan pembangkangan kepada pemerintah Indonesia. Mereka akan terus mempermalukan pemerintah Indonesia.
Pancasila sebagai jalan tengah ( gerakan moderasi ) dalam pergumulan semua ideologi, telah diterima dengan penuh kesadaran oleh seluruh elemen bangsa Indonesia. Dalam sejarahnya, Pancasila disepakati oleh tokoh -- tokoh yang merepresentasikan corak keIndonesiaan. Tokoh -- tokoh seperti Ir.Soekarno, Moh.Hatta, A.A Maramis, Abi Kusno Tjokrosoejoso, Agus Salim Abdoel Kahar Muzakar, Ahmad Subardjo, Abdul Wahid Hasyim, yang terakomudasi dalam Panitia Sembilan, sudah merepresentasikan kemajemukan yang ada.
Keragaman pemikiran untuk mewujudkan Indonesia merdeka dan diskusi panjang tentang dasar negara, dicapailah kemufakatan dasar Negara Pancasila. Piagam Jakarta dengan revisi dan menghilangkan tujuh kata, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk --pemeluknya. diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa sangat akomudatif. Inilah prestasi terbesar bangsa Indonesia dengan penghormatan yang sangat baik terhadap perbedaan pendapat, khususnya dalam keyakinan beragama.
Ekstrimitas ideologi yang ditunjukkan komunisme setelah Indonesia merdeka hingga terjadinya G30S/PKI, menunjukkan upaya perongrongan pada Pancasila bukan isapan jempol. Peristiwa -- peristiwa berdarah yang didalangi oleh orang --orang berhaluan kiri sebagai upaya mengganti Pancasila dengan ideologi mereka. Adanya upaya -- upaya secara sistemik tak boleh dibiarkan barbar memangsa korban berikutnya. Cukuplah masa lalu menjadi cermin buram yang cukup mengerikan.
Hari ini bisa jadi komunisme secara institusional sudah tidak bisa bertengger di Indonesia. Tapi tidak ada salahnya kita tetap mewaspadai bangkitnya komunis sebagai ideologi gaya baru. Bisa jadi corak dan wujudnya sedikit berbeda. Perang asimetris yang tak terbantahkan dalam dunia modern, khususnya dalam jagat maya akan menjadi pilihan yang cukup menggiurkan bagi pihak --pihak yang tak pernah puas dengan legitimasi Pancasila. Media sosial begitu murah untuk digunakan sebagai alat propaganda menghembuskan isu -- isu murahan, khususnya untuk merusak kemapanan. Disinilah ujian terhadap Pancasila sebagai pilihan akhir akan menemukan medan juangnya.
Kesaktian Pancasila itu lebih kepada daya tangkal terhadap halusinasi dan elusi untuk bergeser dari kesetiaan terhadapnya. Ego -- ego sempit untuk melakukan trial and error, melakukan eksperimen mengganti Pancasila telah terbukti tidak relevan dengan jati diri bangsa Indonesia dan akan berhadapan dengan hati nurani kebatinan bangsa Indonesia. Sebab Pancasila terlahir sejak awal Republik Indonesia berdiri. Bukan ditengah -- tengah apalagi di akhirnya. Maka sebagai bentuk penghormatan kapada founding father yang sudah berkeringat melahirkan Pancasila, adalah membumikannya. Selamat Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2021.
Kaki Ijen, 1 Oktober 2021