Lihat ke Halaman Asli

Dimasmul Prajekan

berbagi kebaikan untuk kehidupan

Emil dan Keberpihakan pada Guru

Diperbarui: 24 Januari 2020   05:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Adalah Emil Elistianto Dardak, Wakil Gubernur Jawa Timur yang merespon hangat gagasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim tentang penyederhanaan beban administratif para guru. 

Menurutnya, tugas - tugas menggunung yang dipikulkan kepada para guru memang terlalu menyesakkan. Guru tak lagi bisa berasyik masyuk untuk larut dalam pembelajaran, tapi merasakan kepengapan oleh beban berat yang menghimpit.

Selama ini guru belum bisa mengaktualisasikan diri dalam pembelajaran. Guru terkungkung oleh teks book thinking, linear, dan tidak mampu mengembangkan sayap pembelajaran yang menyenangkan. Malah pembelajaran  terkesan kaku dan jumud. Inovasi mati, kreatifitas tak ada lagi. Energi telah terkuras sebelum mengajar untuk memenuhi tugas - tugas yang tersurat (  bukti fisik ) dalam keseharian.

Kalau mau jujur, tugas guru tak hanya di sekolah. Saat dirumahpun, guru harus menyibukkan diri dengan kerja - kerja administratif. Guru seperti kekurangan waktu. 

Hampir tak bisa dibedakan antara aktifitas kedinasan dan acara keluarga. Saat liburanpun  guru masih dibelit oleh persoalan yang sama. Sebuah persoalan yang rigid dan rumit.

Pada sambutan Pembukaan Konferensi Provinsi Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI ) Jawa Timur di Hotel Mercure Surabaya 27 - 29 Desember 2019, Emil Elistianto Dardak sedikit membedah gagasan Mendikbud tentang penyederhanaan administratif para guru. Dengan kasat mata suami Arumi Bachin itu menyatakan keberpihakannya pada nasib para guru.

Respon Wagub Emil, yang merepresentasikan suara pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak terlalu berlebihan, sebab naluri keberpihakannya, sudah terpatri sejak ia menjabat sebagai Bupati Trenggalek. Ketika banyak orang berdebat tentang tuntutan guru honorer, sebagian masyarakat malah ada yang memojokkan tenaga sukarelawan itu. 

Bahkan muncul sinisme, "salah sendiri kenapa  mau menjadi guru honorer, sudah tahu honornya kecil". Sebuah kalimat yang tendensius dan menyakitkan. 

Tapi jawaban Emil justru tampil dengan frase yang menyejukkan. Ia mampu menorobos kebuntuan, menunjukkan keberpihakan kepada guru honorer, "mari kita berhenti berdebat tentang guru honorer, sebab masa depan bangsa ini ada pada guru", tukas Emil cukup tajam. Sebuah pilihan jawaban yang brilian dan mematikan.

Penyederhanaan administrasi guru, merupakan wujud otokritik pemerintah, karena selama ini dirasakan banyak menyita para guru untuk menulis. Sebenarnya otokritik ini sudah muncul beberapa tahun belakangan ini. Bahkan kritik ini keluar dari lisan Presiden Joko Widodo. 

Dalam berbagai kesempatan, Presiden senantiasa mewanti --wanti untuk tidak membebani para guru dengan administrasi yang segudang. Akan tetapi statement Presiden seperti berlalu begitu saja. Belum ada yang berani mengeksekusi dengan sebuah regulasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline