Lihat ke Halaman Asli

Marhaenisme Sebagai Solusi Atasi Krisis Transportasi Publik di Kota Bandung

Diperbarui: 24 Januari 2025   10:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas.com

Kota Bandung, yang dikenal dengan julukan "Parijs van Java," kini menghadapi permasalahan serius dalam sektor transportasi. Kemacetan lalu lintas telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warganya. Data dari TomTom Traffic Index 2024 menempatkan Bandung sebagai kota termacet ke-12 di dunia, dengan rata-rata waktu tempuh 32 menit 37 detik per 10 km dan kehilangan waktu sekitar 108 jam per tahun akibat kemacetan. 

Fakta dan Data Terkini

Menurut data dari Electronic Registration and Identification (ERI) Korlantas Polri, jumlah kendaraan bermotor di Kota Bandung mencapai 2,36 juta unit pada September 2024. Dari jumlah tersebut, sepeda motor mendominasi dengan 1,78 juta unit, diikuti mobil penumpang sebanyak 474,23 ribu unit. Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, mengungkapkan bahwa pergerakan orang di Bandung Raya mencapai 16.727.436 perjalanan per hari, dengan volume lalu lintas meningkat 10-15% per tahun. Hal ini menunjukkan tingginya mobilitas penduduk yang tidak diimbangi dengan infrastruktur transportasi yang memadai. 

Sayangnya, penggunaan transportasi umum di Kota Bandung masih tergolong rendah. Pada tahun 2023, rasio pengguna transportasi umum hanya mencapai 9,84%. Rendahnya angka ini menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, yang berkontribusi pada peningkatan kemacetan dan polusi udara.

Marhaenisme: Prinsip dan Penerapannya

Marhaenisme, yang digagas oleh Soekarno, berfokus pada pemberdayaan rakyat kecil (kaum Marhaen) melalui kemandirian ekonomi dan sosial. Prinsip ini menekankan keadilan sosial, pemerataan sumber daya, dan kemandirian masyarakat. Dalam konteks transportasi publik, penerapan Marhaenisme dapat diwujudkan melalui:

1. Pemberdayaan Ekonomi Lokal: Mengutamakan penggunaan produk dan jasa lokal dalam pengembangan transportasi, seperti melibatkan koperasi lokal dalam operasional angkutan umum. Hal ini sejalan dengan semangat Marhaenisme yang menghendaki penghapusan segala bentuk pertentangan dan perbedaan yang menyebabkan kesengsaraan rakyat. 

2. Partisipasi Masyarakat: Mengajak masyarakat berperan aktif dalam perencanaan dan pengelolaan transportasi publik, memastikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan budaya lokal. Etika politik Marhaenisme menekankan pada peran aktif rakyat dalam proses pembangunan dan penguasaan atas sumber daya ekonomi. 

3. Keadilan Sosial: Menyediakan akses transportasi yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok rentan, dengan tarif terjangkau dan layanan berkualitas. Marhaenisme menghendaki penghapusan segala bentuk pertentangan dan perbedaan yang menyebabkan kesengsaraan rakyat. 

Implementasi Marhaenisme dalam Transportasi Publik Bandung

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline