Lihat ke Halaman Asli

Kewajiban Mengoreksi Penguasa: Pilar Demokrasi yang Tak Terelakkan

Diperbarui: 16 Januari 2025   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Dalam sistem demokrasi modern, salah satu elemen yang sangat penting adalah adanya mekanisme kontrol terhadap kekuasaan. Demokrasi bukan hanya tentang kebebasan memilih pemimpin, tetapi juga tentang tanggung jawab semua pihak---baik pers, masyarakat, maupun lembaga-lembaga negara---untuk memastikan bahwa para penguasa menjalankan mandatnya dengan baik. Koreksi terhadap penguasa bukanlah tanda perlawanan, melainkan sebuah kewajiban moral dan konstitusional untuk menjaga keadilan, transparansi, dan keberlanjutan demokrasi.

Pentingnya Koreksi Penguasa dalam Demokrasi

Penguasa, baik itu presiden, menteri, gubernur, atau pejabat publik lainnya, merupakan pelayan masyarakat. Mereka mendapatkan mandat untuk memimpin melalui proses demokrasi yang penuh dengan harapan rakyat. Namun, sejarah menunjukkan bahwa kekuasaan yang tidak diawasi sering kali berujung pada penyalahgunaan wewenang, korupsi, atau kebijakan yang merugikan masyarakat.

Sebagai contoh, laporan dari Transparency International pada 2023 menunjukkan bahwa indeks persepsi korupsi di Indonesia masih berada di angka 34 dari skala 100, menandakan tingkat korupsi yang signifikan. Salah satu penyebab utama adalah lemahnya kontrol dan pengawasan terhadap kebijakan dan tindakan pejabat publik. Dalam konteks ini, koreksi terhadap penguasa menjadi sangat krusial untuk menghindari terjadinya penyelewengan.

Peran Pers Sebagai Pengawas Kekuasaan

Salah satu pilar utama demokrasi adalah pers yang bebas dan independen. Pers memiliki tanggung jawab untuk menyediakan informasi yang akurat dan menjadi alat kontrol sosial terhadap tindakan dan kebijakan penguasa. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa pers berfungsi untuk memberikan kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Namun, kenyataannya tidak selalu sesuai harapan. Sebuah laporan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada 2024 menunjukkan bahwa tekanan terhadap kebebasan pers di Indonesia masih cukup tinggi, dengan meningkatnya kasus intimidasi terhadap jurnalis yang mengungkap penyalahgunaan wewenang. Bahkan, beberapa media besar kerap dituduh berpihak kepada kepentingan oligarki atau kekuasaan, sehingga kehilangan independensinya dalam mengkritik kebijakan pemerintah.

Koreksi penguasa melalui pers bukan sekadar menyampaikan kritik, tetapi juga meluruskan informasi yang keliru. Dalam dunia yang semakin didominasi oleh berita palsu (hoaks), peran pers sebagai penyedia informasi yang akurat menjadi semakin penting. Sayangnya, beberapa media sering mengabaikan Pasal 5 ayat 3 UU Pers, yang mewajibkan mereka untuk melayani hak koreksi jika ada berita yang tidak benar.

Masyarakat dan Hak Koreksi

Selain pers, masyarakat juga memiliki hak dan kewajiban untuk ikut mengoreksi penguasa. Dalam demokrasi, setiap warga negara berhak untuk menyampaikan pendapat, termasuk mengkritik kebijakan atau tindakan pemerintah yang dianggap tidak tepat. Hak ini dijamin oleh Pasal 28E ayat 3 UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline