Lihat ke Halaman Asli

PDI-Perjuangan Itu Soekarnoisme, Bukan Marhaenisme

Diperbarui: 9 Desember 2024   09:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

PDI-Perjuangan, partai politik yang mengklaim diri sebagai penerus ajaran Bung Karno, seringkali dikaitkan dengan dua istilah ideologi yang berbeda: Soekarnoisme dan Marhaenisme. Namun, dalam praktiknya, PDI-Perjuangan lebih banyak menerapkan prinsip-prinsip Soekarnoisme daripada Marhaenisme. Perbedaan antara kedua konsep ini tidak hanya bersifat semantik, tetapi juga ideologis, sehingga perlu penjelasan mendalam mengenai arah politik PDI-Perjuangan dalam konteks kontemporer.

### Soekarnoisme: Ideologi Pemimpin Besar

Soekarnoisme adalah gagasan yang berakar dari pemikiran dan perjuangan Bung Karno. Ideologi ini mencakup berbagai aspek, mulai dari politik, ekonomi, hingga budaya, dengan tujuan utama menciptakan masyarakat adil dan makmur yang berlandaskan Pancasila. Salah satu pilar utama Soekarnoisme adalah konsep Trisakti, yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

PDI-Perjuangan sering menyebut Trisakti sebagai landasan perjuangan partai. Misalnya, dalam kampanye Pemilu 2019, PDI-Perjuangan secara eksplisit menyebutkan pentingnya Trisakti sebagai arah kebijakan pemerintah, seperti mendorong kedaulatan pangan dan penguatan ekonomi lokal. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa beberapa program pemerintah yang didukung PDI-Perjuangan, seperti reforma agraria dan Perhutanan Sosial, telah memberikan manfaat kepada lebih dari 4,7 juta kepala keluarga hingga tahun 2023. Hal ini mencerminkan semangat berdikari dalam ekonomi yang menjadi inti dari Trisakti.

### Marhaenisme: Ideologi Rakyat Marhaen

Berbeda dengan Soekarnoisme, Marhaenisme lebih fokus pada perjuangan kaum marhaen, yaitu rakyat kecil yang tertindas oleh struktur kapitalisme dan feodalisme. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Bung Karno setelah bertemu dengan seorang petani bernama Marhaen di Bandung. Bung Karno melihat bahwa meskipun Marhaen memiliki alat produksi, ia tetap hidup dalam kemiskinan karena struktur sosial yang tidak adil.

Marhaenisme menekankan pentingnya perjuangan kolektif rakyat kecil untuk melawan penindasan dan eksploitasi. Dalam konteks ini, Marhaenisme lebih dekat dengan gerakan kiri yang Progresif-Revolusioner, seperti sosialisme. Namun, PDI-Perjuangan jarang menggunakan retorika Marhaenisme secara eksplisit. Bahkan, partai ini cenderung mengambil jalan moderat yang lebih dapat diterima oleh kalangan menengah dan elite politik.

### PDI-Perjuangan dan Soekarnoisme

Dalam praktik politiknya, PDI-Perjuangan lebih banyak mengadopsi Soekarnoisme daripada Marhaenisme. Hal ini terlihat dari cara partai ini mengelola isu-isu strategis, seperti kebijakan ekonomi dan hubungan internasional. Sebagai contoh, kebijakan hilirisasi sumber daya alam yang didorong pemerintah menunjukkan semangat berdikari dalam ekonomi, sesuai dengan konsep Trisakti.

Namun, pendekatan ini tidak lepas dari kritik. Beberapa kalangan menilai bahwa PDI-Perjuangan terlalu pragmatis dan kurang memperhatikan perjuangan rakyat kecil, yang seharusnya menjadi inti dari Marhaenisme. Data BPS menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan ekonomi di Indonesia (rasio Gini) masih stagnan di angka 0,38 pada tahun 2023, yang menunjukkan bahwa upaya mengurangi kesenjangan sosial belum optimal. Hal ini menjadi bukti bahwa semangat Marhaenisme kurang terefleksikan dalam kebijakan partai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline