Lihat ke Halaman Asli

Bisakah Bashar Al-Assad Memenangkan Perang di Suriah?

Diperbarui: 7 Desember 2024   04:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

liputanislam.com

Perang di Suriah yang berlangsung lebih dari satu dekade telah menjadikan negara ini medan konflik geopolitik kompleks. Presiden Bashar al-Assad telah mempertahankan kekuasaannya, sebagian besar berkat dukungan dari Rusia dan Iran. Namun, apakah Assad dapat benar-benar memenangkan perang ini tetap menjadi perdebatan yang bergantung pada berbagai dinamika militer, politik, dan ekonomi.

Dukungan dari Rusia dan Iran

Sejak awal konflik, Rusia telah menjadi sekutu utama Assad, memberikan dukungan militer langsung sejak 2015. Serangan udara Rusia memungkinkan pasukan pemerintah merebut kembali sebagian besar wilayah yang sebelumnya dikuasai pemberontak, kecuali daerah-daerah di utara seperti Idlib. Iran juga mendukung Assad, mengirim milisi Syiah dan memperkuat posisinya di Suriah sebagai bagian dari "Poros Perlawanan" melawan Israel dan sekutu Barat. Dukungan ini telah memberikan Assad pijakan kuat untuk bertahan.

Namun, kedua sekutu Assad menghadapi tantangan besar. Perang Ukraina telah membebani sumber daya Rusia, sementara tekanan terhadap Iran meningkat akibat sanksi ekonomi dan konflik regional dengan Israel. Situasi ini bisa membatasi kemampuan kedua negara untuk terus mendukung Assad secara intensif.

Pemberontakan yang Terfragmentasi

Oposisi terhadap Assad terdiri dari berbagai kelompok yang terpecah, termasuk Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di Idlib, Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki, serta Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang mayoritas Kurdi. Fragmentasi ini melemahkan oposisi dalam melawan Assad, meskipun serangan sporadis terus berlanjut.

Turki, sebagai pendukung utama SNA, telah menciptakan zona penyangga di wilayah utara Suriah. Kebijakan ini memperumit dinamika konflik, terutama dengan adanya ketegangan antara Turki dan SDF yang didukung AS. Selain itu, HTS tetap menjadi kekuatan signifikan di Idlib, menjadikan wilayah ini pusat ketegangan militer.

Faktor Ekonomi dan Kemanusiaan

Kemenangan Assad secara militer tidak berarti kemenangan politik dan ekonomi. Suriah mengalami krisis ekonomi yang mendalam, dengan inflasi tinggi, keruntuhan mata uang, dan kerusakan infrastruktur masif. Sekitar 90% populasi hidup dalam kemiskinan, dan jutaan orang mengungsi, baik di dalam negeri maupun ke negara-negara tetangga. Tantangan ini menghambat stabilisasi pasca-konflik yang diperlukan untuk menyatakan "kemenangan" yang sejati.

Pengaruh Internasional

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline