Lihat ke Halaman Asli

Marhaenisme dan Fenomena "Yaman-Phobia" di Indonesia Hari Ini

Diperbarui: 22 November 2024   07:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.istockphoto.com/id/foto/bendera-yaman-berkibar-di-langit-cerah-gm486969266-73864789

Fenomena “Yaman-Phobia” adalah isu yang mencuat akhir-akhir ini di tengah masyarakat Indonesia. Istilah ini merujuk pada kecurigaan, prasangka, atau ketakutan terhadap individu atau kelompok yang dianggap terpengaruh ideologi ekstremis, sering kali dengan ciri tertentu seperti gaya berbusana khas Timur Tengah. Kondisi ini semakin nyata dengan merebaknya stereotipe terhadap individu yang bercadar, berjanggut lebat, atau mengenakan atribut Islami lainnya. Ironisnya, dalam konteks negara dengan mayoritas Muslim, fenomena ini menggambarkan ketegangan internal yang perlu ditangani serius.

Akar Fenomena “Yaman-Phobia”

Sejak meningkatnya kasus terorisme global, terdapat stigma bahwa atribut keislaman tertentu dikaitkan dengan radikalisme. Di Indonesia, hal ini tercermin dalam pandangan sebagian masyarakat yang menyamakan pakaian khas Timur Tengah dengan sikap intoleran atau ekstrem. Berdasarkan beberapa laporan, istilah ini sering mencuat sebagai bagian dari narasi yang memperuncing perpecahan antarumat Muslim sendiri. Padahal, data menunjukkan bahwa stigma ini tidak berdasar kuat pada realitas.

Selain itu, tren global Islamofobia turut memengaruhi persepsi masyarakat Indonesia. Salah satu survei Runnymede Trust menunjukkan bagaimana prasangka semacam ini berkembang dari stereotipe dan minimnya pemahaman tentang Islam yang rahmatan lil alamin.

Marhaenisme: Sebuah Alternatif Pandangan

Marhaenisme, dengan dasar ideologinya yang menitikberatkan pada kemandirian rakyat kecil dan kesetaraan sosial, menawarkan pendekatan berbeda dalam melihat fenomena “Yaman-Phobia.” Ajaran ini menolak diskriminasi berbasis stereotipe dan menyerukan solidaritas antarindividu berdasarkan nilai kemanusiaan, terlepas dari atribut keagamaannya.

Menurut Marhaenisme, prasangka berbasis identitas seperti ini bertentangan dengan prinsip Pancasila, terutama sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.” Dalam konteks ini, pendekatan Marhaenis mengedepankan dialog antarbudaya dan penguatan pendidikan inklusif untuk mengikis prasangka.

Dampak Sosial Fenomena Ini

Fenomena “Yaman-Phobia” memiliki dampak sosial yang signifikan. Selain memperburuk disintegrasi masyarakat, hal ini juga menciptakan ketidakpercayaan antara komunitas Muslim dengan masyarakat umum. Data dari survei internal lembaga keagamaan menunjukkan adanya peningkatan laporan diskriminasi berbasis penampilan di tempat umum, termasuk tempat kerja dan sekolah.

Dalam lingkup global, stigma semacam ini sering kali digunakan untuk menghambat mobilitas sosial kelompok tertentu, yang pada akhirnya memengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, situasi ini bisa menjadi ancaman nyata bagi integrasi nasional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline