Marhaenisme dan kapitalisme yang diterapkan oleh Amerika Serikat dan Tiongkok mencerminkan dua pendekatan ekonomi yang berbeda, meskipun keduanya memiliki dampak yang besar di dunia saat ini. Marhaenisme, yang berakar pada ajaran Bung Karno, mengusung prinsip keadilan sosial dan kemandirian ekonomi untuk rakyat kelas bawah.
Sebaliknya, kapitalisme AS dan kapitalisme negara yang diterapkan Tiongkok mengutamakan industrialisasi, efisiensi produksi, dan daya saing internasional. Perbedaan dalam tujuan dan pendekatan ini membuat Marhaenisme menjadi relevan sebagai alternatif bagi negara-negara berkembang yang berusaha menciptakan kemandirian ekonomi.
Kapitalisme AS dikenal sebagai sistem yang mendorong persaingan bebas dan privatisasi besar-besaran. Di AS, perusahaan besar seperti Apple, Google, dan Microsoft menjadi motor penggerak ekonomi, memanfaatkan teknologi tinggi untuk menguasai pasar global.
Dalam dekade terakhir, ekonomi AS telah berkembang pesat berkat inovasi teknologi, tetapi sistem ini juga sering dikritik karena menciptakan ketimpangan yang besar antara kaya dan miskin. Pada 2023, data menunjukkan bahwa 1% penduduk terkaya AS menguasai hampir 40% dari total kekayaan nasional, sementara kelas pekerja menghadapi beban biaya hidup yang semakin tinggi.
Di Tiongkok, kapitalisme dijalankan dengan pendekatan yang berbeda melalui sistem kapitalisme negara. Meskipun Tiongkok telah membuka diri terhadap investasi asing dan memiliki sektor swasta yang berkembang pesat, pemerintah Tiongkok masih memegang kendali ketat terhadap sektor-sektor strategis seperti energi, transportasi, dan telekomunikasi.
Model ini disebut "kapitalisme negara" karena pemerintah secara aktif berperan dalam mengarahkan kebijakan ekonomi. Melalui rencana jangka panjang seperti Made in China 2025, pemerintah Tiongkok bertujuan untuk menjadikan negara ini pemimpin global di berbagai industri teknologi tinggi.
Salah satu contoh keberhasilan kapitalisme negara di Tiongkok adalah dominasi dalam sektor elektronik dan komputer. Tiongkok telah menjadi eksportir terbesar produk elektronik ke Amerika Serikat dan pasar global lainnya, berkat biaya produksi yang rendah dan tenaga kerja yang besar dan terampil.
Menurut data terbaru, produk-produk seperti perangkat semikonduktor, komputer, dan suku cadang mesin kantor mendominasi perdagangan antara Tiongkok dan AS. Industri ini tidak hanya mendukung pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok, tetapi juga menyediakan lapangan kerja bagi jutaan penduduknya.
Namun, kapitalisme Tiongkok juga memiliki kelemahan. Ketergantungan yang tinggi pada ekspor dan pertumbuhan yang cepat sering kali menyebabkan ketimpangan regional dan masalah lingkungan yang serius.
Misalnya, daerah-daerah industri di Tiongkok seperti Provinsi Guangdong dan Jiangsu mengalami polusi udara dan air yang signifikan akibat aktivitas manufaktur. Selain itu, pemerintah Tiongkok menghadapi tantangan dalam memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat ini disertai dengan kesejahteraan sosial yang merata.