Lihat ke Halaman Asli

Hijrah dalam Kerangka Sosialisme Indonesia: Sebuah Transformasi Sosial

Diperbarui: 20 Oktober 2024   06:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Twitter

Hijrah, sebagai istilah yang pada awalnya memiliki makna pindah dari satu tempat ke tempat lain dalam konteks keagamaan, khususnya Islam, telah mengalami perkembangan pemaknaan yang lebih luas. Kini, hijrah sering digunakan sebagai simbol perubahan kehidupan menuju sesuatu yang lebih baik, baik secara spiritual, moral, maupun sosial. Dalam konteks sosialisme Indonesia, hijrah dapat diinterpretasikan sebagai transformasi sosial yang berfokus pada upaya mewujudkan keadilan sosial, pemerataan ekonomi, dan penghormatan terhadap kemanusiaan yang setara.

Konsep Hijrah dan Relevansi Sosialisme

Hijrah, dalam pandangan Islam, menekankan pada perubahan diri dan lingkungan menuju kebaikan. Sementara itu, sosialisme menekankan pada perubahan sistem sosial dan ekonomi yang bertujuan untuk menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. Jika digabungkan, kedua konsep ini bisa menjadi kekuatan pendorong perubahan yang holistik, tidak hanya bagi individu, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.

Dalam kerangka sosialisme Indonesia, yang berakar dari pemikiran tokoh-tokoh seperti Soekarno dan Tan Malaka, hijrah bisa dimaknai sebagai transisi masyarakat dari sistem yang kapitalistik dan individualistik ke sistem yang lebih kolektif dan berkeadilan. Sebagaimana kita tahu, sosialisme Indonesia bercirikan pada perjuangan melawan ketimpangan ekonomi, eksploitasi, dan penindasan oleh segelintir elite terhadap mayoritas rakyat.

Fakta Ketimpangan Sosial di Indonesia

Berbicara tentang hijrah dalam kerangka sosialisme Indonesia tentu tidak bisa dilepaskan dari fakta dan data mengenai kondisi ketimpangan sosial dan ekonomi yang ada saat ini. Berdasarkan laporan Oxfam tahun 2022, kekayaan 1% orang terkaya di Indonesia setara dengan gabungan kekayaan 50% penduduk termiskin. Sementara itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia berada di sekitar 9,57%, yang berarti lebih dari 26 juta orang masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Lebih jauh, data ketenagakerjaan juga menunjukkan adanya masalah serius dalam sektor informal. Lebih dari 56% pekerja di Indonesia terjebak dalam pekerjaan informal yang tidak memiliki jaminan sosial, upah layak, atau keamanan pekerjaan yang stabil. Dalam konteks ini, transformasi sosial atau "hijrah" dari ketidakadilan ini sangat relevan, mengingat sosialisme menawarkan model distribusi kekayaan yang lebih adil dan pemerataan kesempatan.

Arah Hijrah: Mewujudkan Keadilan Sosial

Dalam sejarah Indonesia, sosialisme telah lama menjadi bagian dari perjuangan politik, khususnya di era awal kemerdekaan. Ide-ide sosialisme tidak hanya terkait dengan ekonomi, tetapi juga berakar pada semangat kebangsaan yang menentang kolonialisme dan imperialisme. Hijrah dalam kerangka sosialisme Indonesia bisa dilihat sebagai upaya untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada sistem kapitalis global yang justru memperparah ketimpangan.

Transformasi ini melibatkan perubahan mendasar dalam cara kita memandang ekonomi dan politik. Tidak lagi bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja murah, tetapi beralih pada model yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan. Ini dapat diwujudkan melalui langkah-langkah seperti nasionalisasi industri strategis, pengelolaan sumber daya alam secara adil, dan penguatan sektor koperasi yang didasarkan pada prinsip solidaritas dan gotong royong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline