Lihat ke Halaman Asli

Martin Heidegger: Nihilisme Eksistensial

Diperbarui: 19 Oktober 2024   03:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.thephilroom.com

Martin Heidegger, salah satu filsuf paling berpengaruh abad ke-20, dikenal dengan pemikirannya yang mendalam tentang eksistensi, khususnya dalam konteks fenomenologi dan ontologi. Heidegger mencoba memahami pertanyaan mendasar tentang "Ada" (Sein), dan melalui karyanya, ia mengeksplorasi tema nihilisme eksistensial. 

Nihilisme eksistensial merupakan pandangan yang berangkat dari keyakinan bahwa kehidupan manusia tidak memiliki makna intrinsik. Konsep ini berakar pada pengalaman ketidakpastian manusia dalam menghadapi ketiadaan makna di dunia yang sering kali absurd dan tanpa tujuan.

Namun, pandangan Heidegger terhadap nihilisme jauh lebih kompleks dan tidak semata-mata mengikuti aliran pemikiran yang memandang kehidupan sebagai tidak bermakna. Heidegger melihat nihilisme sebagai krisis yang muncul dari cara pandang manusia terhadap keberadaan mereka sendiri di dunia, serta keterasingan mereka dari esensi "Ada." Bagi Heidegger, nihilisme bukan hanya sekadar penolakan terhadap nilai atau makna, tetapi merupakan refleksi dari keterputusan manusia dengan "Ada" yang sebenarnya.

Nihilisme dalam Tradisi Filsafat Barat

Untuk memahami kontribusi Heidegger terhadap nihilisme eksistensial, penting untuk menelusuri bagaimana nihilisme berkembang dalam filsafat Barat. Friedrich Nietzsche, yang dikenal sebagai salah satu pencetus konsep nihilisme, mendefinisikan nihilisme sebagai kondisi di mana nilai-nilai tertinggi tidak lagi memiliki validitas.

 Nietzsche berbicara tentang "kematian Tuhan" sebagai simbol hilangnya makna yang selama ini diberikan oleh agama dan tradisi moral yang mapan. Nihilisme, menurut Nietzsche, adalah hasil dari kekosongan nilai yang terjadi setelah manusia menolak otoritas metafisika tradisional.

Heidegger mengakui pengaruh Nietzsche dalam pemikirannya tentang nihilisme, tetapi ia memperluas analisisnya dengan mengaitkannya dengan sejarah metafisika Barat. Menurut Heidegger, nihilisme adalah konsekuensi logis dari pemikiran metafisis yang telah menguasai Barat sejak era filsafat Yunani Kuno. Heidegger berpendapat bahwa sepanjang sejarah filsafat, manusia telah melupakan pertanyaan tentang "Ada" dan lebih fokus pada entitas-atau-sebagai-objek. Inilah yang ia sebut sebagai "lupa Ada" (Seinsvergessenheit). 

Ketika filsafat mulai lebih mengutamakan benda-benda dan realitas fisik daripada makna eksistensial dari "Ada," manusia secara bertahap kehilangan hubungan dengan makna yang lebih dalam tentang keberadaan.

Heidegger dan Eksistensi Manusia

Dalam karya utamanya, Sein und Zeit (Ada dan Waktu), Heidegger berusaha untuk menghidupkan kembali pertanyaan tentang "Ada" dan mengarahkan filsafat kembali pada eksistensi manusia. Heidegger memulai dari kondisi eksistensial yang disebutnya sebagai "Dasein" -- yang dalam bahasa Jerman berarti "ada-di-dalam-dunia". Dasein adalah istilah yang digunakan Heidegger untuk menggambarkan manusia sebagai makhluk yang terlibat dalam dunia secara aktif dan sadar. Dasein, berbeda dari entitas lainnya, mampu merenungkan keberadaannya sendiri dan mempertanyakan makna dari eksistensinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline