Dalam demokrasi yang sehat, oposisi memiliki peran yang sangat penting. Ia menjadi kekuatan pengimbang dan pengawas bagi pemerintah yang berkuasa, sehingga jalannya roda pemerintahan tidak keluar dari prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Di Indonesia, Partai Buruh yang mewakili kepentingan kelas pekerja menghadapi tantangan besar dalam memastikan suara mereka tetap didengar. Namun, apakah menjadi bagian dari pemerintah adalah pilihan terbaik? Tulisan ini akan membahas mengapa Partai Buruh di Indonesia sebaiknya mengambil posisi sebagai oposisi ketimbang bergabung dalam koalisi pemerintah.
1. Mewakili Kepentingan Kelas Pekerja Secara Tegas
Partai Buruh, sebagai partai yang didirikan untuk memperjuangkan hak-hak pekerja, harus tetap fokus pada misinya untuk melindungi dan memperjuangkan kesejahteraan buruh. Dalam sejarah politik Indonesia, partai-partai yang mewakili kepentingan kelompok marjinal sering kali kehilangan identitas mereka ketika masuk dalam pemerintahan. Koalisi politik biasanya menuntut kompromi, dan sering kali kepentingan buruh akan dikorbankan untuk mencapai konsensus yang lebih luas.
Sebagai contoh, dalam kasus UU Cipta Kerja yang disahkan pada tahun 2020, sebagian besar serikat buruh merasa bahwa hak-hak pekerja dirugikan. Jika Partai Buruh berada dalam oposisi, mereka dapat memainkan peran penting dalam mengkritik undang-undang tersebut dan memperjuangkan perubahan yang lebih pro-buruh. Menjadi oposisi memungkinkan Partai Buruh untuk berbicara secara lebih tegas tanpa harus terikat oleh kompromi politik.
2. Oposisi yang Kuat: Mengawasi dan Mengimbangi Kekuasaan
Dalam konteks demokrasi, oposisi memiliki peran utama sebagai pengawas. Sejarah politik Indonesia menunjukkan bagaimana partai-partai oposisi sering kali memberikan kritik yang diperlukan untuk mengoreksi jalannya pemerintahan. Pada pemilu 2024 lalu, beberapa partai besar sudah diprediksi akan mendominasi koalisi pemerintahan, dan ini akan menciptakan kebutuhan mendesak akan oposisi yang kuat dan berprinsip.
Menurut data dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), dukungan terhadap koalisi pemerintahan cenderung tinggi, dengan partai-partai besar seperti PDI-P, Gerindra, dan Golkar diperkirakan akan tetap mendominasi panggung politik. Dalam situasi ini, Partai Buruh akan lebih relevan sebagai oposisi yang kritis daripada menjadi sekadar pengikut dalam koalisi besar. Oposisi yang efektif juga bisa menciptakan alternatif kebijakan yang lebih baik, memberikan masyarakat pilihan yang lebih jelas pada pemilu berikutnya.
3. Menghindari Risiko Kehilangan Identitas
Partai-partai politik yang bergabung dalam pemerintahan sering kali menghadapi dilema besar: mereka diharapkan untuk mendukung kebijakan pemerintah, meskipun kebijakan tersebut tidak sesuai dengan platform ideologis partai mereka. Partai Buruh, dengan agenda yang sangat spesifik untuk memperjuangkan hak buruh, akan kesulitan mempertahankan identitas mereka jika harus terus-menerus mendukung kebijakan yang mungkin lebih pro-pemodal atau tidak memihak kelas pekerja.
Sebagai contoh, pada 2019, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN) mengalami penurunan dukungan di basis pemilih mereka karena dianggap terlalu dekat dengan kekuasaan dan gagal memperjuangkan kepentingan pemilih tradisional mereka. Dalam hal ini, menjadi oposisi yang konsisten akan membantu Partai Buruh menjaga dukungan dari kelas pekerja, serikat buruh, dan kelompok masyarakat lainnya yang merasa tidak terwakili oleh kebijakan pemerintah.