Terungkap sudah mengapa negeri ini dinamakan Tembokto, ya karena segala hal bisa dipagar dan dibuat tembok. Dari tembok besar yang konon bisa terlihat dari bulan hingga pagar taman kota, apa saja dianggap bisa "dilindungi" dengan tembok. Namun, ide terbaru Tuan Tembokis Tinggi, sang konglomerat yang lagaknya sudah seperti pejabat negara saking powerfull-nya, benar-benar menghebohkan, yaitu membangun pagar laut.
Dengan gagah, ia berpidato di alun-alun. "Laut kita tellalu telbuka! Ikan asing bisa menculi plankton lokal, dan ombak dari negeli tetangga bisa membawa pasil kita pelgi! Kita butuh pagal laut untuk melindungi malwah bangsa ini!" teriaknya dengan bahasa cadelnya, sambil bergaya bak orator dengan menunujuk-nunjuk ke arah lautan.
Berita ini menyebar cepat. Di warung nasi uduk Mpok Jumi, tempat warga biasa berkumpul, pembahasan soal pagar laut jadi topik utama.
"Astaga! Apa dia pikir ikan itu ngerti aturan? Apa nanti bakal ada paspor buat ikan?" cibir Wagyuman, si tukang tambal ban. Ia sedang menikmati kopi hitam sambil mengelap tangannya yang penuh oli.
Mpok Jumi, yang sedang menghidangkan nasi uduk dan ayam bakar, mengangguk setuju.
"Lagian, duit buat proyek itu bakal lebih berguna kalo untuk rakyat kecil kayak kita ini kan. Jalan ke warung gue aja masih bolong-bolong, tuh. Orang yang mau makan nasi uduk di sini, jalannya jadi kayak orang pincang! atau melipir kayak curut, cari jalan di pinggiran soalnye becek kalo pas ujan."
Kusnad, guru sejarah kampung, mengelus dagunya sambil bicara penuh gaya. "Kalau dilihat dari sejarah, Tuan Tembokis memang senang membangun sesuatu yang besar-besar. Tapi pagar laut ini, selain nggak masuk akal, jelas-jelas melawan hukum alam!"
Meski ditentang sebagian warga, proyek pagar laut tetap dimulai. Tuan Tembokis Tinggi menggandeng arsitek ternama Tembokto, Tuan Sketsius Jeniusly, yang obsesinya pada desain megah sering kali membuat proyek membengkak anggarannya.
Pagar itu dirancang berbentuk ikan paus besar dengan ornamen karang emas, dilengkapi lampu LED warna-warni. "Bukan cuma pagar, ini adalah seni! Wisatawan dari seluruh dunia akan datang ke sini," ujar Sketsius penuh semangat.
Namun, pembangunan pagar laut itu langsung menimbulkan masalah. Para nelayan seperti Pak Sampan kehilangan akses ke laut karena jalur mereka terblokir.
"Ini mah namanya bikin kita lapar! Nelayan nggak bisa melaut, trus mau makan dari mana? Nangkap ikan di kolam renang hotel?" gerutunya sambil menenteng jala rusaknya.