Lihat ke Halaman Asli

Dimas Jayadinekat

Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Fenomena Media Sosial: Caci Maki, Flexing, Curhat, dari Perspektif Psikologi

Diperbarui: 11 Januari 2025   08:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena Media Sosial,Caci Maki, Flexing, dari Perspektif Psikokogi, Photo by Pixabay

Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Indonesia.

Platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter memungkinkan individu untuk mengekspresikan diri, berinteraksi, dan membangun identitas digital. 

Namun, fenomena seperti mencaci maki, flexing (pamer kekayaan), dan curhat (curahan hati) di media sosial menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap kesehatan mental dan dinamika sosial.

Mencaci Maki: Ekspresi Frustrasi atau Kurangnya Empati?

Perilaku mencaci maki di media sosial sering kali mencerminkan luapan emosi negatif yang tidak terkontrol. 

Menurut pakar psikologi sosial, individu yang terlibat dalam perilaku ini mungkin mengalami masalah dengan self-esteem dan rasa aman dalam dirinya. 

Mereka mencari kompensasi melalui perilaku agresif online untuk mendapatkan pengakuan atau merasa superior. 

Selain itu, kurangnya empati dan anonimitas di dunia maya dapat mendorong individu untuk berperilaku kasar tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain. 

Hal ini dapat menciptakan lingkungan digital yang toksik dan mempengaruhi kesehatan mental baik pelaku maupun korban.

Flexing: Antara Pencarian Validasi dan Masalah Self-Esteem

Fenomena flexing atau pamer kekayaan di media sosial pun menjadi tren yang semakin marak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline