Apakah sebagai seorang penulis cerita, termasuk penulis skenario film harus memahami serta menggunakan teori 3 act structure?
Sebagai penulis yang mempelajari teknis penulisan serta kompetensinya diakui negara, saya menyarankan agar kita menggunakan 3 act structure di dalam menulis skenario.
Namun, keharusan atau tidaknya, saya pikir, ini bukan seperti ajaran agama yang mewajibkan sebuah ritual tertentu, yang jika tidak dijalankan akan berdosa dan masuk neraka.
Bagi saya pribadi, dan juga dari beberapa tokoh yang bukunya saya baca serta di dalamnya menuliskan tentang hal tersebut, pendapat mereka sebagian besar juga sama.
Ini hanyalah masalah pilihan dan juga sebuah teknis yang sudah dibuktikan banyak orang selama puluhan bahkan sudah lebih dari 1500 tahun.
Nah, sebelum mengulik apa itu 3 act structure alias struktur 3 babak, kita coba kulik dulu sejarahnya, kapan pola penulisan cerita seperti ini digunakan pertama kali.
Dilansir dari studiobinder.com, dijelaskan bahwa pemahaman tentang penulisan struktur dramatik sudah ada sejak era Yunani kuno, yang pertama kali hal itu dikemukakan oleh Aristoteles di dalam bukunya, Poetics, yang ditulis pada 335 SM.
Kemudian seorang penulis skenario Hollywood yang bernama Syd Field, menerbitkan buku dengan judul Screenplay pada tahun 1978, dan menegaskan betapa pentingnya 3 act structure ini dimengerti oleh siapapun yang ingin menulis skenario film.
Apa sih Struktur Tiga Babak Itu?
Struktur cerita tiga babak membagi cerita menjadi tiga bagian yang berbeda, masing-masing berpusat pada satu atau lebih alur cerita yang mendorong keseluruhan aksi, demikian menurut sebuah artikel di masterclass.com.
Selanjutnya, selama tiga babak tersebut, cerita lengkapnya akan terungkap.