Selain kasus Vina Cirebon yang begitu fenomenal ini, dulu pernah terjadi sebuah kasus tentang gambaran ketidakadilan hukum yang terjadi di negeri ini, setidaknya itulah anggapan yang sudah diketahui banyak orang.
Kasus Vina Cirebon sudah mendekati akhir dengan berlangsungnya Sidang Peninjauan Kembali, yang di hari Jumat (27/09/2024), Majelis Hakim mengadakan sidang dengan meninjau lokasi tempat kejadian perkara (TKP).
Akan seperti apa kelak sidang ini diputuskan adalah hal yang paling ditunggu oleh seluruh masyarakat bangsa Indonesia kali ini.
Berbeda dengan kasus Vina Cirebon, kasus Sengkon dan Karta tidak viral dan tak menjadi pusat perhatian seperti saat ini. Namun dengan terjadinya kasus Sengkon dan Karta inilah, Pemerintah membentuk sidang PK untuk mereka yang merasa tidak mendapatkan keadilan oleh proses lembaga peradilan, hal itu bisa dibaca dari artikel yang pernah saya tulis di media online di sini.
Dilansir dari kompas.com, Sengkon dan Karta adalah dua orang petani yang divonis sebagai pelaku pembunuhan pasangan suami istri bernama Sulaeman dan Siti Haya pada tahun 1974.
Dan berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Bekasi tiga tahun kemudian, di tahun 1977, Sengkon divonis dengan hukuman 12 tahun penjara, sementara Karta divonis 7 tahun penjara.
Namun, di tengah menjalani proses menjalani hukuman, tiba-tiba ada orang yang mengakui sebagai pembunuh aslinya. Mengenai proses terjadinya dan kisah lengkapnya bisa dilihat di sini.
Jika kita kembali pada kasus vina, berdasarkan sumber dari youtube Nusantara TV, Majelis Hakim mengabulkan permintaan penasihat hukum terpidana untuk meninjau langsung TKP. Lengkapnya bisa disaksikan di sini.
Siaran langsung yang mengikuti proses demi proses sidang di TKP tersebut, dapat dilihat bahwa kasus ini memang sudah menjadi daya tarik tersendiri, terbukti dari ramainya lokasi peninjauan berdasarkan berkas dakwaan di tahun 2016.
Menurut Otto Hasibuan, diajukannya permohonan sidang di TKP ini adalah agar majelis hakim dapat melihat secara langsung dan memberi catatan kepada Mahkamah Agung agar bisa menetapkan hukum seadil mungkin berdasarkan fakta-fakta yang terjadi.
Otto pun terharu ketika majelis hakim berada di fly over Talun, salah seorang hakim tampak meneteskan air mata dan kemudian diadakan pembacaan doa bersama di sana.