Lihat ke Halaman Asli

Dimas Jayadinekat

Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Pentingnya Menulis sebagai Upaya Mengabadikan Peradaban Manusia

Diperbarui: 17 September 2024   07:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by OVAN: pexels.com

Mungkin sepintas pembahasan ini merupakan pandangan subyektif saya sebagai seseorang yang mengaku dan hidup dari menulis. Ya, nggak apa-apa juga sih kalau ada yang berpendapat begitu.

Namun saya berusaha untuk tidak sesubyektif itu dalam menjelaskan perkara menulis ini, artinya, saya coba mengungkapkan dari berbagai sudut serta pengalaman pribadi selama menjalani hidup selama hampir setengah abad ini.

Meski mungkin literasi di negeri ini yang merupakan bagian dari dunia tulis-menulis masih belum bagus, itu jika tidak mau dikatakan buruk.

Dilansir dari laman Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI, UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. 

Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca!

Riset berbeda bertajuk World's Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). 

Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.

Dan uniknya, menurut dari artikel di laman Kominfo RI tersebut, meski malas membaca, tapi bangsa ini sangat cerewet di Media Sosial.

Dilihat dari data-data tersebut rasanya miris, namun jika mau diambil positifnya tentu ada. Misalnya, ketika kita coba menggunakan "Filosofi Masih Untung" yang sering digunakan masyarakat.

"Masih untung mereka baca tulisan di medsos dan mau menuliskan kecerewetannya di sana," mungkin itu perkataan yang bisa diambil sisi positifnya.

Entahlah, argumen seperti itu tepat dan bisa dibenarkan atau tidak, namun demikianlah faktanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline