Lihat ke Halaman Asli

Dimas Handoyo Putro

Mahasiwa Pascasarjana Ekonomi dan Keuangan Syariah Universitas Indonesia

Mengenal Abul Fadhl Ja'far bin Ali ad - Dimasyqi: Sang Pelopor Ekonomi Berbasis Moralitas

Diperbarui: 28 Oktober 2024   22:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bayangkan kita berada di abad ke-12, di mana perdagangan di dunia Islam tengah berkembang pesat, dan pasar menjadi pusat interaksi yang ramai antara pedagang dari berbagai belahan dunia. Di sinilah peran Abul Fadhl Ja'far bin Ali ad-Dimasyqi bersinar, seorang cendekiawan dari Damaskus yang membawa angin segar dalam konsep ekonomi Islam. Beliau bukan hanya pedagang atau akademisi biasa; beliau adalah pemikir yang menekankan nilai-nilai moral dan keadilan dalam setiap transaksi ekonomi

Apa Sih yang Membuat Pemikiran Abul Fadhl Begitu Menarik?

 

  1. Harga yang Adil, Bukan Sekadar Cari Untung!

Di masa itu, menetapkan harga tidak sebebas seperti sekarang. Abul Fadhl menekankan pentingnya harga yang adil, yaitu harga yang mencerminkan nilai asli dari produk tanpa mark-up berlebihan atau spekulasi. Bagi beliau, tindakan menaikkan harga dengan sengaja atau menyembunyikan kekurangan produk adalah bentuk ketidakadilan

  1. Peran Negara dalam Menjaga Keseimbangan Pasar

Menurut Abul Fadhl, pemerintah perlu berperan aktif untuk melindungi masyarakat dari praktik monopoli yang bisa menjerat konsumen. Bayangkan jika ada pedagang yang sengaja menimbun barang untuk menciptakan kelangkaan, hanya demi meraup keuntungan lebih besar saat harga naik! Abul Fadhl menganggap ini sebagai tindakan yang merugikan masyarakat, dan negara perlu hadir untuk mengatur agar pasar tetap adil(Ad-Dimashqi).

  1. Larangan Riba dan Pembagian Kekayaan yang Seimbang

Riba atau bunga dianggap merugikan dan menimbulkan ketimpangan ekonomi. Bagi Abul Fadhl, praktik ini hanya akan memperkaya pihak yang memiliki modal dan membuat yang kurang mampu semakin terpinggirkan. Sebagai solusinya, beliau mendorong zakat sebagai cara untuk mendistribusikan kekayaan lebih merata dan membantu masyarakat yang membutuhkan. Terasa familiar? Tentu saja! Prinsip ini masih relevan hingga kini dalam ekonomi syariah

  1. Tanggung Jawab Sosial Bukan Sekadar Omong Kosong

Abul Fadhl percaya bahwa pedagang punya tanggung jawab moral untuk menjaga kesejahteraan sosial. Konsep ini mirip dengan Corporate Social Responsibility (CSR) di zaman modern, di mana perusahaan besar memiliki kewajiban sosial. Menurut beliau, seorang pedagang tidak boleh hanya mementingkan keuntungan pribadi tetapi juga harus memikirkan dampak sosial dari bisnisnya

Mengapa Pemikiran Abul Fadhl Tetap Relevan?

Meski pemikirannya sudah berabad-abad lamanya, nilai-nilai yang dibawa Abul Fadhl justru sangat relevan di era modern, terutama dalam menghadapi krisis ketidakadilan ekonomi global, seperti krisis keuangan yang dipicu spekulasi pasar dan ketimpangan ekonomi. Pendekatan berbasis keadilan, larangan riba, serta perlindungan konsumen adalah prinsip dasar ekonomi syariah yang kini berkembang pesat sebagai alternatif sistem keuangan global

Penutup

Abul Fadhl Ja'far bin Ali ad-Dimasyqi bukan sekadar pemikir ekonomi biasa; beliau adalah pelopor yang melihat ekonomi sebagai sarana untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi semua. Pemikirannya menginspirasi ekonomi Islam modern untuk mengedepankan nilai-nilai moral, transparansi, dan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Dari sini, kita bisa belajar bahwa ekonomi yang sehat bukan hanya tentang angka, tetapi juga tentang nilai-nilai yang melibatkan kebaikan bersama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline