2016 yang lalu, saat idealisme masih dominan di dalam diri saya. Seperti mahasiswa lainnya yang berlabel "aktivis", mungkin. Realistisme pun sebenarnya juga sudah ada, tetapi masih di angan. Tahun itu adalah tahun di mana si idealis ini perlahan menemukan realistisme di dunia nyata ketika memberanikan diri keluar dari kampus membaur di dalam lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat yang notabene adalah lingkungan para "mantan idealis" cetakan kampus mereka masing-masing.
Satu pesan yang cukup menohok dari salah satu seorang di lingkungan tersebut yang akhirnya menjerumuskan saya ke dunia menulis--blogging."Kamu pintar, bahkan mahir berorasi di depan khalayak, tetapi semua itu percuma jika kamu tidak bisa menulis", kata orang itu kepada saya. Orang itu memperkenalkan saya kepada salah satu platform blog, Kompasiana. Di situlah saya memulai menulis.
Beberapa tulisan sudah saya buat dan saya publikasikan. Tiap kali membuat tulisan baru dan mempublikasikannya, saya selalu meminta komentar orang tersebut. Jawabnya singkat, saya pun bingung dan tidak paham. Ia berkata, "Tulisanmu jangan random". Apa yang dimaksud dalam kalimat tersebut? Sampai dengan tulisan ini saya buat, akhirnya saya mengerti dan paham apa yang Ia maksudkan dengan "jangan random".
Saya harus punya Niche! Apa itu "niche"? Kurang lebih begini:
"a specialized segment of the market for a particular kind of product of service"
Bingung? Gampangannya adalah segmen/pasar tulisan yang kita buat. Sudah tidak bingung kan? Atau masih bingung? Baiklah, mari simak tulisan saya sampai habis.
Kisah Bermula
Jum'at, 16 Maret 2018 yang lalu, Kompasianer Jogja mengadakan kelas/blogshop kembali. Kelas yang diberi tagar #downloadilmu tersebut bertajuk "Membuat 'Niche Blog' Unik a la Agi Pranoto". Dari tajuk tersebut sudah ketebak siapa pembicaranya. Ya, pembicara pada kelas tersebut adalah Agi Pranoto. Seorang bloger lifestyle Jogja dengan alamat rumah DUCKOFYORK. Bloger penyuka tidur ini juga suka makan dan traveling. Namun jika diminta untuk memilih, ia akan lebih memilih makan dan jalan-jalan. Begitulah yang ia ungkapkan di dalam blognya.
Kala itu kelas diadakan di sebuah tempat yang mirip dengan perpustakaan yang ada di kampung-kampung. Pojok Baca Kampung Kita, begitulah papan nama yang tertempel di , tepat di atas pintu masuk perpustakaan. Pojok Baca Kampung Kita yang berdiri di atas area PT Kanisius didirikan di ulang tahun ke-96 Penerbit dan Percetakan Kanisius. Tempat tersebut didirikan atas dasar komitmen PT Kanisius dalam mengkampanyekan budaya literasi sekaligus meneruskan program kampanye literasi 2017 yang telah dilakukan oleh Sahabat Literasi PT Kanisius.
Literasi lintas generasi
Seperti yang dilangsir oleh Kanisiusmedia, Pojok Baca Kampung Kita dibuka bagi masyarakat setempat untuk berkegiatan literasi dan membaca buku. Pojok Baca Kampung Kita juga membuka diri untuk menjadi tempat berkegiatan masyarakat/kelompok, seperti yang dilakukan Kompasianer Jogja saat menyelenggarakan kelas #downloadilmu.
Seakan semesta mendukung. Tanpa disangka, kegiatan #downloadilmu yang diselenggarakan oleh Kompasianer Jogja selaras dengan cita-cita Pojok Baca Kampung Kita. Keduanya sama-sama mendukung dan mengkampanyekan literasi. Pojok Baca Kampung Kita mengkampanyekan literasi melalui buku cetak, para Kompasianer berliterasi lewat blogging.
Kenapa harus punya niche
Dalam paparannya, Agi memaparkan bahwa blog jaman sekarang dengan jaman dulu berbeda. Blog jaman dulu lebih condong berfungsi sebagai diary, sedangkan blog jaman sekarang berfungsi sebagai identitas sosial. Apa yang Anda tulis di dalam blog mencerminkan siapa Anda di mata orang lain. Meskipun Anda bisa menjadi siapa saja dalam konteks tersebut. Namun pilihan terbaik adalah menjadi diri sendiri. Menjadi orang lain itu capek, kecuali memang memiliki kepribadian ganda.