Lihat ke Halaman Asli

Dimas Anggoro Saputro

Engineer | Content Creator

Menabung di Bank Syariah ala Mahasiswa

Diperbarui: 27 Oktober 2017   03:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbankan syariah (dok.pri)

Reff:

Bing beng bang
Yok kita ke bank
Bang bing bung
Yok kita nabung
Tang ting tung hey
Tahu tahu kita nanti dapat untung

Siapa yang tak tahu refrain lagu di atas? Lagu anak-anak yang sering diputar tersebut secara otomatis terekam, bahkan terputar otomatis di otak kita. Gemar menabung sudah ditanamkan kepada kita sedari usia belia. Momen lebaran adalah saat yang dinanti-nanti ketika masih belia. Istilah TeHaeR pun tak asing terdengar, hingga meminta jatah TeHaeR tersebut. Intinya bersalaman, terus dapat amplop berisi uang, itulah TeHaeR.

Terselip ucap harapan dibalik 'salam tempel' tersebut. "Buat ditabung ya"; "Jangan dihabisin buat jajan, tapi ditabung juga". Pesan-pesan harapan tersebut jika boleh disederhanakan menjadi: Ditabung.

Tak heran ketika beranjak dewasa menabung menjadi kebiasaan. Otak telah teracuni oleh kata "Ditabung", maka otak secara otomatis menggerakan sistem motorik untuk menyisihkan dan menyimpan uang yang kita punya.


Teori v.s Realita
Hal di atas adalah teoritisnya, bagaimana realitanya? Semakin dewasa, kita justru semakin tidak melakoni kebiasaan menabung tersebut. Banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi dan minimnya uang saku, sering menjadi alasan utama.

Ya, itu yang saya rasakan sebagai mahasiswa di Kota Pelajar. Sebagai Kota Pelajar, Jogja masih ramah dengan isi kantong pelajar. Mulai dari isi kantong yang pas-pasan, irit, sampai berkantong lega. Dalam hal ini, perencanaan keuangan yang matang sangat dibutuhkan.

Selagi ada tekad, kemauan dan usaha, pasti akan ada jalan. Jadilah saya a la perencana keuangan profesional. Untuk uang makan, dalam sehari saya mengalokasikan anggaran Rp 20.000,-. Alokasi anggaran tersebut cukup, bahkan sisa, dengan catatan menanak nasi sendiri, beli lauk dan sayuran di warung makan. Jika kepepet jajan di luar, jajan seharga Rp 10.000,-, jika lebih ya konsekuensinya potong anggaran hari ke depan.


Bank Syariah solusi tempat menabung
Jika ada uang sisa, "bang bing bung yok nabung" tiba-tiba berputar di kepala. Permasalahan lain pun datang, mau menabung di mana? Suka dengan cara menabung konvensional? Celengan mungkin pilihan yang tepat. Tapi untuk saya yang tangannya 'gatel', menabung di celengan bukanlah solusi yang tepat. Lalu? Menabung di bank? Sama saja uangnya lama-kelamaan habis jika tidak diisi, belum lagi potongan yang mengatasnamakan administrasi, keduanya adalah momok menabung di bank.

Menabung (dok.pri)

Saya ingin menabung, tetapi ingin tabungan saya tetap (tak berkurang). Pilihan saya jatuh kepada bank syariah. Sistem perbankan syariah di Indonesia telah berkembang dalam 10 tahun terakhir. Bank umum syariah yang pertama beroperasi adalah Bank Muamalat Indonesia pada tahun 90an.

Untuk mencari keberadaan bank syariah bukanlah menjadi soal. Hampir setiap bank konvensional di Indonesia juga memiliki bank syariah. Logo biru iB (baca: ai-Bi) menjadi penanda yang jelas keberadaan bank syariah. Setiap bank yang memasang logo biru ai-bi, berarti bank tersebut memiliki jasa layanan perbankan syariah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline