Lihat ke Halaman Asli

Dimas Agus Hairani

Man Jadda Wajada

Harta Dunia

Diperbarui: 27 Februari 2018   01:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Harta sering menjadi tujuan manusia dalam setiap aktivitasnya. Terkadang peniliaan secara materi dijadikan tujuan utama. Lalu, pernahkah kita berfikir harta seperti apa yang harus dicari. Sebagai pertanyaan bagi kita seorang muslim, bolehkan kita mengejar harta?, padahal dunia ini adalah tempat senda gurau semata. Banyak orang menyebut dirinya tidak mencari harta karena takut menjadi orang dunia dan lebih memilih untuk terus beribadah. Terkadang hal ini disalah artikan oleh beberapa pihak. Sehingga beberapa orang memilih untuk mengasingkan diri dari keduniawiaan. Hal ini tidaklah salah ketika memandang dari segi kedudukan seseorang. Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah tidak semua orang mencapai derajat itu, sehingga pencapaian derajat orang yang mengasingkan diri dari keduniawiaan janganlah menjadi tujuan.

Dunia yang menjadi tempat kita berpijak sekarang menyimpan berbagai harta dunia yang menjadi bentuk kesenangan sementara atau bisa menjadi kendaraan bagi orang yang memahami makna harta sesungguhnya. Apabila seseorang beranggapan tidak perlu mencari harta karena takut menjadi budak dunia, maka hal ini perlu untuk diketahui lebih dahulu apa tujuannya. Apakah karena untuk menghindarkan diri agar tidak menjadi budak dunia, atau untuk mendekatkan diri semata kepada Tuhan Yang Maha Kaya.

Ketika jawabannya adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan semata, maka siapakah yang lebih dekat ketimbang Nabi Muhammad dan para sahabatnya?. lalu apakah mereka juga mengasingkan diri dari harta atau menggunakan harta tersebut sebagai kendaraan menuju Tuhan Yang Maha Kaya. Maka persepsi kita sekarang perlu ditata kembali dalam makna tujuan pencarian harta.

Mari kita lihat ungkapan Buya HAMKA mengenai harta. Sering orang menganggap orang yang sufi adalah oarang yang mengasingkan diri dari dunia. Tetapi apabila melihat perlikau Nabi dan para sahabatnya, maka siapakah yang lebih sufi dari pada mereka?. Coba kita belajar dari sejarah, ketika para tentara Mongol masuk ke negeri Islam, tidaklah ada lagi senjata yang tajam buat menangkis, sebab orang telah terbagi dan terpecah. Sebagian menjadi budak harta, dan sebagian tidak peduli apa-apa karena merasa lezat dalam kesunyiaan mengasingkan diri dari dunia.

Agama islam adalah agama yang menyeru umatnya nebcari rezeki dan mengambil sebab-sebab mencapai kemuliaan darinya. Bahkan, agam islam menyerukan menjadi yang dipertuan di dalam alam dengan dasar keadilan, memungut kebaikan di manapun juga bersuanya, dan memperbolehkan mengambil peluan mencari kesenangan yang diizinkan.

Sehingga, janganlah kita membenci dunia dan tidak menggunakan kesempatan sebagaimana orang lain. Lantaran itu kita menjadi lemah. Mau berkorban, tidak ada yang akan dikorbankanm karena harta-benda dunia telah dibenci. Mau berzakat, tidak ada yang akan dizakatkan, karena mencari harta dikutuki. Orang lain maju di dalam lapangan penghidupan, sedangkan mereka mundur. Dan, bila ada yang berusaha mencari harta benda, mereka dikatakan telah menjadi orang dunia.

Maka benar apa yang disampaikan HAMKA, baik Nabi maupun sahabatnya semua berakhlak tinggi, berbudi mulia, dan jika mereka memperoleh kekayaan tidaklah itu lekat ke dalam hatinya. Sayid Rasyid Ridhla mengatakan “Zuhudlah kepada dunia supaya Allah cinta kepadamu”. Maka yang dimaksud zuhud di sini adalah yang tidak melalaikan kewajiban terhadap dunia, akan tetapi menggunakan dunia sebagai kendaraan menuju kebahagiaan sejati di sisi Tuhan yang Maha Pengasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline