Selasa, 12 Mei 1998 tercatat sebagai hari yang bersejarah bagi seluruh civitas akademika Universitas Trisakti. Bahkan ditanggal itu, bukan hanya civitas akademika Universitas Trisakti saja yang merasakan duka mendalam akibat kepergian empat mahasiswa yang gugur tertembak ditangan aparat keamanan ketika melakukan aksi damai menuntut perbaikan semua lini disebabkan krisis moneter yang tak berkesudahan tapi juga seluruh elemen masyarakat Indonesia yang turut pula merasakan kesedihan.
Desing peluru itu terdengar nyaring sontak seluruh mahasiswa yang hanya menenteng tas kaget. Tembakan membabi buta dilancarkan kesegala arah. Mahasiswa yang tak menyiapkan bekal apapun hanya mampu melawan dengan melemparkan batu seadanya. Mereka tau dengan melempar batu keadaan itu tak mampu membuat aparat bergeming, justru tembakan demi tembakan dilancarkan. Tenaga medis pun bersiap mengangkut para korban mahasiswa yang tak bersalah karena hanya menuntut dari keadaan ekonomi justru dibalas dengan tembakan peluru tajam.
Rumah Sakit Sumber Waras penuh, para korban luka ringan, sedang dan berat diantarkan kerumah sakit itu. Banjir air mata dan darah menuntun para kerabat terdekat mendiang empat mahasiswa martir reformasi tersebut. Mereka menangis, berteriak, dan menuntut pemerintah segera menyusut tuntas siapa aktor pembunuh kejam tersebut.
Dua puluh dua tahun telah berlalu, namun kenangan itu tentu membekas dibenak keluarga besar almarhum. Namun setelah dua puluh dua tahun kejadian tersebut apakah sudah menemukan titik terangnya?
Senin, 15 Agustus 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyematkan gelar pahlawan reformasi kepada para martir reformasi. Mereka adalah mendiang Elang Mulya Lesmana, mendiang Hafidhin Royan, mendiang Heri Hertanto, dan mendiang Hendriawan Sie. Mereka dianugerahi gelar pahlawan reformasi sesuai dengan Keppres 057/PK/2005 tertanggal 15 Agustus 2005, gelar ini ditujukan karena jasa-jasanya yang tak terbanding kepada Republik Indonesia. Keempat martir reformasi tersebut juga dianugerahi Bintang Jasa Kehormatan Pratama. Penganugerahan itu disampaikan langsung oleh SBY kepada orang tua keempat pahlawan reformasi di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/8/2005).Selain keempat martir reformasi tersebut pemerintah juga menyematkan Bintang Jasa Kehormatan Pratama kepada sebelas orang lainnya. Namun, mereka tidak ditetapkan sebagai pahlawan reformasi.
Walaupun memang telah ditetapkan sebagai pahlawan reformasi, tapi pemerintah belum mau mengungkap siapa dalang utama penembakan keji empat martir reformasi tersebut? Tagih janji itu masih dilakukan sampai sekarang, terlebih ketika Joko Widodo terpilih menjadi presiden di tahun 2014. Namun setelah periode pertama kepemimpinan Jokowi yang telah habis tahun kemarin (baca: 2019) pun kasus ini tak kunjung juga beres. Bahkan saat ini orang-orang yang disinyalir sebagai dalang pembunuhan martir reformasi tersebut telah menduduki kursi-kursi penting pemerintahan. Akankah kasus penuntasan HAM Tragedi Trisakti akan beres ditahun-tahun kedepan? Ataukah kembali menjadi buah bibir yang tak kunjung beres juga? Kita tunggu saja gebrakan aneh pemerintah yang menyengsarakan rakyat ini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H