Lihat ke Halaman Asli

[Ulasan] Penghancuran Buku Karya Fernando Baez: Rasa Miris Sedih Setelahnya Rasa Sayang dengan Buku

Diperbarui: 8 September 2021   12:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Beberapa waktu lalu saya mendengar kabar penerbit buku Marjin Kiri, berencana mencetak ulang buku Penghancuran Buku: Dari Masa Ke Masa Karya Fernando Baez. Dengan mengusung cover pada cetakan pertama dengan desain seperti terbakar tapi dengan edisi yang lebih terbaharukan dengan penambahan pada bab baru (sama dengan cetakan kedua) dan ini menjadi cetakan ketiga buku ini.

Sebelum ada kabarnya cetak ulang, buku ini sangat langka di pasaran bahkan cetakan pertamanya dapat dijual kisaran 150 sampai 250ribu.  Saya membeli buku ini langsung di penerbit Marjin Kiri melalui e-commercenya seharga 101 ribu belum ongkir. Saat melihat secara langsung buku ini, cover seperti terbakarnya sangat apik. Tapi lebih apik lagi saat saya mulai membacanya.

Baez mengajak saya menelusuri periode sejarah penghancuran buku ini mulai dari mesopotamia romawi, masa revolusi, perang dunia, dan peristiwa kontemporer . Bagaimana buku belum terbuat dari kertas ternyata didahului melalui tablet-tablet dan papirus, yang ketahananya lebih ringkih ketimbang kertas. Beberapa bab yang begitu menarik perhatian saya adalah Berdiri dan Runtuhnya perpustakaan besar di dunia kuno yaitu Perpustakaan Alexandria, dan Pembahasan Mengenai Masa Perang Irak (2003) dimana Baez secara langsung melihat penghancuran secara langsung melalui penjarahan; buku-buku, manuskrip-manuskrip hingga karya langka diambil untuk kembali dijual bahkan saat penemuannya kembali ditemukan berada di negara lain ataupun para pencurinya menggelatakan begitu saja didepan bangunan museum ataupun perpustakaan yang sudah dijarah.

Penghancuran Buku tidak sekedar dilakukan oleh orang-orang yang tidak suka baca buku, bodoh, dan fanatik karena justru lebih kompleks. Martin Heidegger dan Plato turut mempunyai peran dalam menghancurkan buku. Semisal Heidegger mengajak mahasiswa-mahasiswanya untuk membakar karya Edmund Husserl. Baez membawa pembaca dalam karyanya untuk merasakan kesedihan sebagaimana buku mengalami penghancuran melalui beragam motif, walaupun tidak selalu dilakukan manusia tapi juga faktor alam dan bencana seperti binatang pengengat semisal rayap dan kebakaran.

Beberapa dari masyarakat saat ini ada beberapa oknum yang merasa bahan bacaanya lebih wah ketimbang orang lain, merasa derajatnya lebih tinggi ketika membaca buku non fiksi ketimbang membaca yang fiksi atau sebaliknya. Ini adalah pengkotak-kotakan. pengkotak-kotakan dan rasa superior ini juga menjadi motif penghancuran buku, karena menganggap rendah pemikiran-pemikiran yang tertulis di buku sebagai memo ingatan penulisnya.

Setelah membaca karya Baez kita dapat memberikan refleksi kepada diri kita ataupun orang-orang yang masih mempunyai pikiran sepicik itu. Karena pada dasarnya buku adalah memo ingatan pada periode setiap zaman, dan setiap zaman memiliki keistimewaan pemikiran-pemikirannya sendiri. 

Dan sebagai penutup saya ingin memberikan kutipan yang ada pada Penghancuran Buku, dari Heinrich Heine bahwa "Dimana pun mereka membakar buku, pada akhirnya mereka akan membakar Manusia". Dan sudah sepatutnya kita melawan fenomena penghancuran buku yang terlihat didepan mata kita, menolak pembungkaman dan pemberangusan buah pikiran.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline