Reaksi saya waktu itu, hanya tersenyum, membaca protes-protes lucu dari pelajar SMA di Instragam Kemdikbud RI dan penasaran ketika terjadi gelombang protes dan keriuhan soal-soal UNBK tahun ajaran 2017/2018 yang dirasakan cukup sulit oleh sebagian besar siswa di seluruh Indonesia, bukan hanya siswa, guru-guru pun mengakui hal tersebut, yang menurut Menteri Pendidikan, Bapak Muhadjir Effendy, UNBK mengadopsi soal-soal berdasarkan HOTS, High Order Thinking Skills, dikarenakan rendahnya peringkat PISA (Programme for International Student Assessment) Indonesia dibandingkan dengan negara lain, jadi, standar ujian nasional ditingkatkan untuk mengejar ketertinggalan. (). Lebih lanjut lagi, menurut Kapuspendik Kemdikbud Bapak Muhamad Abduh, soal-soal UNBK berbasis HOTS ini akan dijadikan standar pelaksanaan UN sampai dengan tahun 2025.
April 2019 nanti, setelah pemilu, Pelajar SMP dan SMA di seluruh Indonesia akan melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Soal-soal UNBK tersebut dipastikan akan menerapkan metode HOTS. Kebingungan saya pun makin menjadi ketika Kemdikbud "Keukeuh" masalah HOTS ini, dan berita-berita online pun selalu meng-asosiasikan soal-soal ujian ataupun kompetisi matematika dan science dengan HOTS, walapun ada beberapa pihak yang bersuara dan mencoba meneriakkan sesuatu baik mengenai pelaksanaan ujian nasional dan penerapan soal-soal HOTS dalam UNBK karena paham ada permasalahan mendasar yang justru luput dan terabaikan.
Kenapa Bingung?
Yaa jelas bingung, karena "sang pencipta" HOTS, Benjamin Bloom yang terkenal dengan Taksonomi Bloom-nya dan kerangka kerja dari penemuannya banyak digunakan sebagai dasar rujukan pengembangan sistem pendidikan di banyak negara TIDAK PERNAH meng-asosiasikan HOTS HANYA melalui soal-soal ujian secara taklik buta, jauh lebih dalam dan fundamental dari itu.
High Order Thinking Skills students, adalah tujuan akhir yang ingin dicapai sistem pendidikan setiap negara untuk mempersiapkan generasi muda mereka masuk kedalam abad millennial. Tiga kemampuan dasar dan utama yang dikembangkan dalam wilayah kognitif berdasarkan Taksonomi Bloom adalah Kemampuan Literasi, Matematika dan Science, adapun dua wilayah lainnya yang juga penting namun tidak menjadi pokok bahasan disini adalah wilayah Afektif dan Psikomotorik.
Ketiga wilayah tersebut, Kognitif, Afektif dan Psikomotorik harus sudah diterapkan sejak siswa berada di jenjang pendidikan usia dini. Pada jenjang usia dini ini, Low Order Thingking Skills lah yang ditanamkan dan diajarkan ke siswa agar ketika mereka masuk kedalam pendidikan dasar dan menengah otak mereka sudah siap untuk masuk ke dalam proses High Order Thinking Skills. Ketika proses pembelajaran sejak dini sampai dengan jenjang pendidikan lanjutan menerapkan konsep Bloom, maka sah saja jika soal-soal ujian mereka berbasiskan HOTS.
Tentang PISA dan OECD
Sedangkan PISA adalah Survey International Tiga Tahunan yang bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan diseluruh dunia dengan menguji kecakapan dan pengetahuan dari pelajar-pelajar berusia 15 tahun yang mendekati masa akhir pendidikan dasar dan menengah mereka (SD, SMP dan SMA) . Soal-soal dalam tes PISA ini memang menggunakan tipe soal yang berbasis HOTS.
Wajar jika soal-soal tes PISA berbasis HOTS karena PISA "Lahir" dari OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) yang berkantor pusat di Paris, Perancis, dimana negara-negara pendiri organisasi ini adalah negara yang sudah menerapkan taksonomi Bloom dalam sistem pendidikan mereka.
OECD sebelumnya bernama OEEC (Organisation for European Economic Co-operation), Organisasi Kerjasama Pembangunan Ekonomi Eropa yang mengatur bantuan dari Amerika dan Kanada untuk Pemulihan Ekonomi Eropa paska Perang Dunia Kedua sebelum akhirnya direformasi menjadi OECD, dan PISA adalah salah satu program yang dibuat oleh organisasi ini.
Program ini akan memberikan penilaian seberapa cakap para pelajar tersebut dapat mengaplikasikan apa-apa yang telah mereka pelajari disekolah dalam kehidupan sehari-hari.