Lihat ke Halaman Asli

Dilla Fitria

Penulis Amatir

Tepung Tapioka, Andalan UMKM Kecamatan Sukajaya

Diperbarui: 5 Maret 2019   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelaku UMKM tepung tapioka, Yadi saat mengecek tingkat kekeringan sisa ampas singkong, Sabtu (23/02/2019)

SUKAJAYA - Usaha kecil mikro dan menengah (UMKM), perlahan tapi pasti mulai dirintis oleh Yadi, warga Kampung Cipatat, Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, Bogor. Usaha pengolahan tepung tapioka setengah jadi itu sudah dirintisnya semenjak satu tahun terakhir, tepatnya pada awal tahun 2018 lalu.

Usaha pengolahan tepung tapioka ini pada dasarnya merupakan usaha keluarga yang dijalankan oleh Ia dan adiknya. Yadi mengatakan bahan baku singkong merupakan salah satu komoditi yang mudah ditemukan di daerahnya. Namun, singkong yang Ia dapatkan tidak hanya terpaku pada produksi daerahnya, tetapi bisa dari Desa Kiarasari, Sukajaya maupun dari luar desanya. "Ya nggak masalah sih darimana asalnya singkong tersebut, intinya pasokan singkong harus selalu ada  supaya saya bisa terus produksi tepung singkong," tuturnya.

Tepung yang dihasilkan Yadi ini masih berupa tepung singkong kasar dan masih harus melalui proses penggilingan kembali agar dihasilkan tepung tapioka siap masak. Nantinya, tepung ini akan dikirim ke daerah Pomat, Bogor untuk kemudian digiling kembali dan dikemas dengan merek produsen tepung tapioka terkait.

Ketika ditanya perihal kendala apa saja yang Ia hadapi saat ini, beliau memaparkan bahwa cuaca yang tidak menentu adalah faktor terbesar yang Ia hadapi saat ini. "Pernah waktu itu hampir sebulan gak produksi tepung, karena cuaca hujan terus." ujarnya.

Selain terkendala cuaca, sarana dan prasarana yang kurang memadai pun menjadi kendala lainnya yang Ia rasakan. Mahalnya biaya pengiriman singkong serta biaya transport yang memakan biaya hingga 500 ribu rupiah tiap sekali jalan turut memperbesar biaya produksi tepung tapioka miliknya. 

"Kita beli singkong dari petani Rp 1.200 per kilogram, tapi kalau dihitung-hitung jatuhnya ya jadi Rp 1.500,- termasuk biaya kita memberi upah untuk yang ngupas sama biaya pengiriman. Lalu nanti kita jual ke pabrik dengan harga Rp 12.000,- per kilogram." tutur Yadi.

Beliau juga menambahkan, jika usahanya ini berbasis masyarakat. Karena proses produksinya melibatkan warga sekitar khususnya para ibu - ibu sekitar rumahnya. Ibu - ibu tersebut bertugas mengupas singkong - singkong dan menerima bayaran sebesar Rp 150,-per kilogram. 

Salah satu pekerja di sana, Sukari juga bercerita bahwa pekerjaan ini cukup membantu dirinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari - hari. "Meski upahnya tidak besar, tapi alhamdulillah aja". Ucap pria paruh baya yang menerima upah sebesar 70 ribu rupiah per hari itu.

Saat itu, sang istri dari pelaku UMKM ini juga mengutarakan bahwa Ia merasa bahagia karena dapat melibatkan ibu - ibu di lingkungan sekitar dalam proses produksi tepung singkongnya dan berbagi sedikit rezeki dengan mereka. "Senang sekali, walaupun gak bisa ngasih banyak, tapi ibu - ibu disini antusias membantu proses produksi tepung kita," ujar Yana.

Lebih jauh lagi, ke depannya Yana berharap dapat menerima bantuan berupa Kredit Usaha Rakyat dari Bank BRI sebagai upaya perluasan usaha tepung tapioka miliknya. "Ya, semoga nanti kalau usahanya sudah besar, bisa nyumbang pupuk buat petani di sini." pungkasnya.

Penulis: Dilla Fitria

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline