Lihat ke Halaman Asli

Dilla Hardina

Content Writer

Literasi, Pemaknaan, dan Eksistensinya dalam Kehidupan Bermasyarakat

Diperbarui: 28 Juni 2020   06:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak membaca buku yang disediakan relawan Cawang Atas, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (11/10/2019). pelbagai bantuan terus diberikan kepada warga terdampak berupa pakaian, makanan, dan juga buku bacaan untuk anak-anak.(KOMPAS.com/M ZAENUDDIN)

Literasi bukan hanya sekadar melek aksara. Bukan pula sekadar kegiatan baca---tulis. Lebih dari itu, makna literasi telah mampu menyentuh pikiran dan perasaan manusia. Membantu untuk memahami segala aspek dalam kehidupan di sekitar kita.

Literasi mengajarkan bagaimana cara membaca situasi, membaca keadaan, membaca orang-orang, membaca peluang. Literasi menuntun kita untuk mampu berpikir secara mendalam. Untuk apa? Tentu saja agar kita tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang sedang terjadi. Sebab setiap isu yang hadir di kehidupan sehari-hari ini tidak selalu mengandung kebenaran. Adakalanya itu hanya sensasi---itu hanya provokasi.

Bagaimana literasi memainkan perannya? Ia akan menuntun kita untuk dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Goals-nya? Kita akan dapat mengambil keputusan yang tepat dan akurat dalam berbagai sendi kehidupan.

Kenapa dari tadi saya bicara soal kehidupan, kehidupan, kehidupan? Ya, memang karena literasi erat kaitannya dengan sendi-sendi kehidupan kita. 

Literasi membantu kita untuk survive dalam arus kehidupan yang semakin deras ini. Bagaimana bisa bertahan hidup dalam pusaran arus yang tidak menentu ini dengan selamat jika kita tidak pandai membaca keadaan, membaca orang-orang serta membaca peluang.

Lantas, dari mana datangnya kemampuan literasi? Tentu saja akarnya dari membaca, menulis dan berdiskusi. Suatu kegiatan yang bisa dibilang sudah menjadi candu bagi orang-orang yang biasa disebut literat.

Setelah membaca, orang-orang mencoba untuk mengutarakan apa yang ia baca melalui kertas dan pena. Lalu ia akan kembali berpikir tentang pengalaman membaca apa saja yang ia dapat. Dan menceritakan kembali isi dari buku tersebut berdasarkan pemahamannya atau cara pandangnya.

Seringkali, pembaca memiliki perspektif maupun sudut pandang yang lain terkait bahan baca yang ia konsumsi, membuatnya merasa tergugah untuk bertukar pikiran dengan orang-orang yang telah membaca buku yang sama. Hingga lahirlah suatu kelompok diskusi.

Orang-orang semacam inilah yang tidak akan mudah tergerus dalam perputaran zaman. Ia tidak mudah terdisrupsi. Ia tidak mudah lekang sebab punya bekal dalam mengatasi hidup yang semakin pelik ini. Tidak mudah tumbang dalam menjalani hidup yang penuh persaingan dan dramatika ini. 

Perannya dalam kehidupan tidak mudah tenggelam, tidak pula mudah tergeser. Sebab ia pandai menempatkan diri dalam macam-macam situasi dan kondisi. Ia telah berliterasi.

Membaca, menulis dan berdiskusi adalah wujud dari eksistensi literasi dalam kehidupan manusia. tentu saja dalam hal ini yang diuntungkan adalah manusianya, sebab dalam hal ini manusia adalah subjek dan literasi menjadi objeknya. Manusia membaca, maka ia ada. Manusia menulis, maka ia ada. Manusia berdiskusi, tentu saja berarti ia ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline