Lihat ke Halaman Asli

Dilla DwicahyaMardiana

mahasiswa/Universitas Airlangga

Sarcopenia dan Risiko Jatuh pada Pasien Geriatri

Diperbarui: 23 Agustus 2023   03:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sarcopenia berasal dari bahasa Yunani yaitu Sarx untuk "daging" dan Penia untuk

"kehilangan", mengacu pada terjadinya pengurangan massa otot dan fungsi dengan

penuaan (Cruz-Jentoft, et al. 2010). Sarkopenia secara signifikan terkait dengan cacat fisik yang terjadi pada pria dan wanita, terlepas dari etnis, usia, morbiditas, obesitas, pendapatan, atau perilaku kesehatan yang mereka terapkan (Dhillon, 2017).

Sarkopenia adalah suatu sindrom geriatrik yang baru dikenali, ditandai dengan penurunan otot rangka yang berkaitan dengan penambahan usia dan kekuatan otot atau kinerja fisik yang makin menurun (Cruz-Jentoft, 2019). Studi sebelumnya telah mengkonfirmasi hubungan sarcopenia dan hasil kesehatan yang dapat merugikan, seperti jatuh, kecacatan, masuk rumah sakit, penempatan perawatan jangka panjang, kualitas hidup yang lebih buruk, dan kematian (Hua H, et al.2019).

Insiden jatuh pada lanjut usia semakin meningkat. Jatuh adalah penyebab cedera paling umum yang terjadi pada orang lanjut usia. Risiko mengalami cedera akibat jatuh tergantung pada kerentanan masing-masing pasien dan bahaya lingkungan yang terdapat disekitarnya. Frekuensi jatuh pada seseorang terkait dengan efek akumulasi berbagai gangguan yang terjadi karena adanya perubahan usia. Pada individu yang rapuh dan polimorbid, jatuh paling sering disebabkan oleh etiologi multifaktorial; kelemahan terkait usia, penyakit kronis yang bertepatan dan interaksi dengan lingkungan luar. Akibat paling serius dari jatuh termasuk patah tulang pinggul dan cedera intrakranial. American Geriatric Society merekomendasikan pemeriksaan jatuh pada setiap tahunnya dan pemeriksaan keseimbangan pada orang berusia 65 tahun. Intervensi multifaktorial harus ditargetkan terutama pada orang dengan dua atau lebih jatuh atau dengan riwayat cedera setelah jatuh (Guirguis-Blake, 2018).

Faktor risiko terkait dengan kejadian jatuh dibagi menjadi faktor intrinsik dan ekstrinsik, dan kombinasinya. Faktor intrinsik berupa faktor internal, seperti usia dan penurunan fungsi organ indera seperti penurunan ketajaman visual dan pendengaran, dan faktor ekstrinsik berupa lingkungan dan kondisi kehidupan yang mungkinmempengaruhi terjadinya jatuh (Fuller, 2000).

Sebanyak sepertiga dari lansia akan mengalami kejadian jatuh setidaknya sekali selama setahun. Kondisi sekunder dari kejadian jatuh sebenarnya dapat meningkatkan risiko dari cedera akibat jatuh (misalnya, patah tulang pinggul dan cedera kepala). Program pengurangan risiko jatuh meningkat secara signifikan dalam kesehatan masyarakat. Hal tersebut terjadi untuk mengidentifikasi para lansia yang membutuhkan intervensi untuk mengurangi risiko jatuh (Lusardi, 2017).

Salah satu cara yang cukup efektif untuk menurunkan angka kejadian jatuh adalah

dengan mempraktikkan gaya hidup sehat, menghindari stress, melakukan kegiatan

latihan fisik (misalnya, berjalan, latihan kekuatan, atau aktivitas fisik yang dapat disesuaikan sendiri). Manfaat latihan fisik dalam meningkatkan kapasitas fungsional organ tubuh pada lansia yang sudah lemah. Program latihan yang disesuaikan dengan populasi ini telah terbukti efektif (Cadore, 2013).

Daftar Pustaka

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline