Gigimu mulai keropos
Dan kau tersenyum seperti anak kecil yang kembali kehilangan gigi
Canda tawa dari seorang laki-laki parubaya itu
Tak henti menghiburku dibalik layar datar
Kata saudaraku, dia sedang sakit
Badannya meriang dua hari ini
Tapi dia masih saja jadi penghibur pelipur lara
Dia masih saja menjadikanku anak gadis balita yang ingin dia gendong dan dipeluknya kalau lagi merengek
Kuigin meraba kakinya yang lelah
Tiap hari merayap bersama lumpur-lumpur
Bertegur sapa dengan batang-batang padi yang berharap menguning setiap bertemu
Upaya dan daya tak sampai disitu
Keingginanku mengujinya kembali
Aku bukan anak kecil yang harus dipangkuannya
Hatinya bergelut saat aku memilih untuk
Merantau ke negri seberang
Sadar, akan tak ada saudara dan keluarga
Perasaannya tak karuan
Tidurnya tak lelap dua hari keputusanku
Bapak, aku tahu ini berat
Kota ini senyap di pikiranku
Aku rindu dekat mu Pak
Tahun depan kita bertatap dan berdekap
Sejujurnya, aku juga belum siap jadi orang dewasa seperti yang telah kau lewati.
Banyak hal yang ingin kuceritakan kembali denganmu
Terimaksih telah menjadi sosok bapak, yang tak henti mendengarkan Ocehanku hingga larutnya malam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H