Lihat ke Halaman Asli

Dila AyuArioksa

Motto Lucidity and Courage

Karpet Rayo untuak Amak

Diperbarui: 20 Juli 2021   04:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Msd.com

"Mak, ambo balian se amak karpet untuak barayo bak a Mak?" (aku beliin aja Mak karpet untuk lebaran gimana?)  Saidah mencoba menyakinkan Amak


"Indak, kecek denai, denai nio kau pulang kampuang" (Ngak, aku maunya kamu pulang kampung) dengan suara lantang Amak menjawab dan jaringan telpon pun diputus Amak begitu saja


Saidah mencoba menghubungi Amak. Namun Amak tak menjawab panggilan. Saidah melirik jam tangannya yang menujukkan jam 11 malam. Tadi itu Saidah seperti berbicara dengan orang asing. Biasanya Amak bertutur bahasa yang baik dan lembut pada Saidah. Mungkin faktor Saidah yang masih di Jakarta. 

Selama dua tahun terakhir Saidah bertahan dan bekerja di sebuah perusahaan swasta Jakarta. Meskipun upah yang didapat hanya sebatas bayar uang kontrakan, makan dan transportasi. Sebisanya  dia mengrimkan uang untuk Amak di kampung, dan biaya adiknya sekolah.


Kalau dibuka lembaran masa lalu tentang perceraian orangtuanya. Banyak hal yang dikorbankan Saidah salah satunya, membunuh mimpi untuk bisa kuliah. Dan memilih untuk merantau ke Jakarta seorang diri. Saidah masih ingat dialog terakhir dengan Apak. Sampai sekarang dialog itu masih tergiang di gendang telinga Saidah.

 Ketika itu Saidah memberanikam diri bertamu ke rumah kakak tirinya bernama Elin. Sesampainya di perkarangan uni Ellin, ada keraguan untuk melangkah ke pintu tersebut. 

Sesekali Saidah ingin kembali pulang, namun keadaan harus memaksanya untuk  mengetok pintu yang terbuat dari kayu jati itu "assalamualaikum, Pak " sebanyak tiga kali.
 Barulah  Uni Elin membukakan pintu. Setelah dibukakan pintu, langsung diontarkan bahwa "Apak sedang makan dibelakang". 

Saidah langsung menyusul Apak menuju dapur. Tak ada dialog kedua dari Uni Ellin. Saidah mencoba senyum, tapi Uni Ellin langsung balik badan dan berjalan menuju kamar. Rumah yang luas dengan berbagai hiasan dinding, dan ruang tamu yang tertata begitu rapi. Lemari hias yang dipenuhi hiasan keramik pun ikut terpajang. 

Pantas saja Apak betah tinggal di rumah mewah ini, batin Saidah berkata. Hidung Saidah pun peka dengan aroma khas rumah orang kaya. "samo baunyo jo rumah Hj. Gadiang" tak sadar Saidah mengeluarkan kata-kata tersebut. Dan langsung ditutup mulutnya, ketika melihat punggung Apak.

"Pak"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline