Rorotan dengan Seribu Pusara
Seribu jiwa telah berpulang
Mobil jenazah berdengung diambang musim panas
Tiga hektare tanah di Rorotan Cilingcing Jakarta Utara
Membuka diri menjadi kamar sepi
Inilah dekade upacara kremasi mayat tanpa doa-doa panjang
Belasungkawa di balik tiang-tiang pengasingan
Gundukan tanah merah,ikut meratapi manusia
Terlalu cepat mendekap erat di dalam tanah
peti-peti kayu tanpa seorang kawan
gemerlap lampu dunia hilang tenggelam
bak dawai-dawai intstrumen bisu
sekali lagi kita berduka
kehilangan jiwa-jiwa tak terhingga
mereka masih berhutang pada dunia
anak-anak mereka masih kecil tak mengerti apa-apa
mereka kehilangan cucu-cucunya
senyum tawa lenyap di kasur empuk terakhir siang ini
tukang gali kubur dengan kedua tangganya mulai gemetaran
manusia mati berhamburan
ini wabah atau kutukan
detik-detik nafas yang tersengal
digerogoti virus
saturasi paru-paru memuncak
hingga tak bisa lagi bernapas
kematian
semakin dekat
keluarga tak bisa melihat
sedari sakit sudah menyendiri
diasingkan sebelum waktunya
Di rumah sakit kolaps, tak ada lagi tempat
Sesak, oleh desakan nafas terakhir
Semuanya meraung kesakitan
Tuhan, aku tak tahu ini rencana siapa?
Aku hanya merindukan orang-orang yang tak ku kenal
Mereka yang telah berpulang menjadi tamumu