Derasnya hujan membuat ku harus bertahan di depan teras supermarket di Jakarta Selatan. Berharap hujan cepat berakhir. Tapi mungkin harapan ku ini bertolak belakang dengan para tiga bocah sebagai ojek payung.
Dibalik itu para customer supermarket datang bertubi-tubi dengan berbagai merk mobil. Dari yang seharga ratusan juta, sampai milyaran rupiah, yang turun dari pintu mobil tanpa menoleh kesamping, langsung berjalan kedalam supermarket.
Sedangkan saya, menetap panjang ketiga bocah yang bermodal payung, dan baju kaus lengan pendek, celana yang sudah kusam dan basah kuyup, dengan sepasang sendal jepit. Mereka berdiri dan bersorak "payung-payung"
Mereka selalu tersenyum, menatap ke setiap customer yang keluar dari pintu supermarket. Tak semua orang memperhatikan mereka, sebagian hanya menganggap mereka patung yang berbicara.
Badan yang mengigil kedinginan adalah semangat hidup malam ini, buat mereka. Saya salut pada ketiga bocah tersebut, masih mau berusaha, disaat yang lain rebahan diatas kasur yang empuk, dan menarik selimut jika hujan turun.
Anehnya, mereka yang bersorak tak dipedulikan oleh para customer yang lebih memilih berlari ke parkir mobil, daripada mengeluarkan goceng ataupun 10 ribu uang dari saku mereka.
Memang dunia ini penuh dengan kelebihan dan kekurangan. Hingga kita lupa keseimbangan dalam hidup. Toh si jasa payung bersua, jikalau hujan turun.
Ketidaknyaman orang berduit selalu diuatamakan, daripada jerih anak jalanan. Sebab security supermarket menegur agar para bocah pergi, tanpa berisik di teras supermarket.
Semoga mereka kedepannya bisa bekerja lebih layak dan tidak diremehkan orang lain. "Taibo se hati awak jadinyo..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H