Kepulan asap keluar dari mulut dan dua lobang hidungku
sudah tak ku hitung lagi berapa batang rokok kuhabiskan satu jam ini,
Pikiranku mematikan sejenak kesadaran
Lenyap ke masa lalu
Tapi lupa jalan pulang
Jari jemariku meraba seluruh tubuh
Yang sudah renta
Kenikmatan hidup mulai reda
Tiap malam dihantui ketakutan
Akan kah besok, aku masih bertemu dan mencicipi sinar matahari
Ada waktu, dimana aku bertanya pada jiwa dan raga yang tua ini
Betapa beratnya beban yang kupikul
Aku sudah tua, lusuh dan tak berdaya
Namun, kerasnya hidup
Melemparku banting tulang siang dan malam
Dulu, aku adalah seorang pemuda yang bergelora
Hidup bewarna, dan berambisi
Punya cara sendiri mengusir kekosongan
Minuman beracun yang candu adalah teman tidurku
Tanpanya aku hilang kendali
Aku heran, semua orang marah
Dan menghantamku dengan sumpah serapah
Sudut kamar menyadarkan ku , jangan hiraukan mereka
Antara kau dengannya sama bajingan di kota ini
Kacau, dan mati rasa
Membuatku terasing dalam duniaku sendiri.
Aku menyesal bahwa aku pernah muda
Dengan cara yang sesat
Sekarang hanya gerobak tua
Berisi sampah kota
Berjalan menuju arus waktu
Yang tak tahu kapan berhenti
Yang dibuang yang kusimpan
Andaikan waktu bisa kuulang
Aku ingin kembali ke masa lalu
Dengan jiwa dan pikiran yang baru
Ah, aku kebanyakan ngawur
Kuhentikan asap rokok yang mengepul
Lalu, kuberjalan kembali menelusuri ujung jalan kehidupanku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H