Ruangan bekas dapur yang di sulap menjadi kamar itu sangat sumpek.
Cahaya matahari tidak bisa menerobos keruangan tanpa jendela itu. Cat dinding bewarna putih pudar dan beberapa sudut loteng serta lantai keramik ditumbuhi lumut hijau.
Kurangnya perhatian pemilik rumah terhadap huniannya, menjadikan rumah bernuansa gelap. Semua perabot dan properti seperti barang antik bagiku.
Hiasan dinding dengan lukisan dan ukiran era 90-an tertata tak beraturan . Kemudian banyak barang bekas yang masih disimpan. Sehingga semua ruangan penuh dengan tataan barang yang tak berfungsi. Jika kita duduk diluar teras kamar, puluhan nyamuk mengintai kulitku.
Makanya untuk antisipasi nyamuk ketika tidur, saya dan Anya menghidupkan kipas angin sampai pagi. Tapi, kok suara kipas anginnya berubah beberapa menit ini. Tak lama kemudian kipas angin mati mendadak. Aku pun binggung. Akhirnya Anya dengan sigap mencoba memperbaiki.
Setelah diperbaiki kipas angin bisa berputar kembali. Namun tidak sampai setengah jam , kipas itu mati lagi. Anya mencoba mencari Buk Mega, si pemilik kos. Dengan wajah murung Anya masuk ke kamar dan berkata "Ibuk sedang di luar".
Anya duduk diatas kasur dan mengambil kertas untuk dijadikan kipas. Akhirnya kami hanya bisa menunggu Ibuk Mega.
Tak lama kemudian terdengar langkah kaki dan ternyata itu ibuk Mega yang datang dengan berbaju batik dan celana dasar hitam, berdiri depan pintu kamar.
Belum sempat membuka mulut. Buk Mega langsung menyemprot dengan kata-kata pedas dan nyaring "kalian berdua jangan zolimi saya, saya itu janda.
Terus kalian mau minta ganti kipas angin ke saya. Pokoknya saya tidak mau tahu kipas angin itu harus bisa hidup" ucap buk Mega
Kami berdua syok dengan tingkah buk Mega yang emosinya membludak "bukan begitu buk, kami berdua cuma konfirmasi ke ibuk, bahwa kipasnya rusak" jawab Anya dengan nada rendah