Lihat ke Halaman Asli

Banjir atau Septic Tank Raksasa

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lagi, lagi, dan lagi. Jakarta kembali dilanda banjir. Setiap tahun memang banjir rutin mengunjungi  ibu kota bak datang bulan bagi seorang perempuan. Meski menurut BMKG puncak hujan belum terjadi namun faktanya bulan Januari ini Jakarta sudah kebanjiran. Kampong pulo, Kedoya, Kelapa Gading dan masih banyak lagi titik-titik daerah di Jakarta yang kebagian banjir. Tak tanggung-tanggung, banjir setinggi atap rumah melanda sebagian daerah ibu kota, di daerah Kampung Pulo misalnya. Terpaksa warga setempat mengungsi ke tempat yang lebih aman. Tempat-tempat macam sekolah, kelurahan, kantor dinas, atau tempat ibadah  kini beralih fungsi menjadi tempat pengungsian.

Banjir seakan-akan telah menjadi sahabat Kota Jakarta layaknya Unyil dan Usro. Berbagai penyakit kerap menyerang para pengungsi. Mulai dari gatal-gatal, muntaber, dan sebagainya. Tentu semua tahu bahwa itu dikarenakan air bah yang tercemar dengan sampah. Beraneka ragam barang kerap ditemukan warga hanyut bersama banjir. Tentu barang-barang itu berupa sampah-sampah hasil “kerajinan tangan” masyarakat. Sudah harus mengungsi terkena penyakit pula, lengkaplah derita para pengungsi. Dari laporan berbagai media baik cetak maupun televisi pun kita semua bisa melihat air coklat keruh “diwarnai” sampah-sampah hanyut yang menyimpan jutaan bakteri itu mengepung kota terpadat di Indonesia ini.

Dikomandoi Jokowi, Pemerintah Provinsi ( Pemprov) DKI dibuat pusing oleh tamu tak diundang ini. Pemprov DKI mengklaim banjir tahun ini tidak separah tahun lalu (2013). Jokowi mengatakan banjir tahun ini lebih cepat surut ketimbang tahun lalu. Menurut Jokowi hal itu tak lain tak bukan adalah karena sudah selesainya beberapa perbaikan tanggul yang sempat jebol  dan normalisasi sungai serta daerah resapan air. Pria asal Surakarta ini melanjutkan bahwa pihak Pemprov DKI juga telah dan akan terus bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan TNI-AU  untuk merekayasa cuaca di Ibu Kota. Anggaran sejumlah Rp 20 Miliar pun telah disiapkan oleh Pemprov DKI. Aggaran sebesar itu mau tidak mau harus keluar dari kantong Pemprov. Bayangkan jika tidak ada banjir, Pemprov tentu bisa berbuat banyak untuk terus memajukan kota yang dulu bernama Batavia ini. Koordinasi dengan kota-kota satelit yang konon  turut “partisipasi” dalam musibah banjir Jakarta juga terus dilakukan. Hari ini dikabarkan di gelar rapat di katulampa, Bogor antar pemimpin masing-masing wilayah seperti Gubernur DKI, Gubernur Jawa Barat, Walikota Depok, Walikota Bekasi, dan Dirjen Sumber Daya Air dari Kementrian PU. Rapat itu pun dilaporkan menghasilkan beberapa kesepakatan diantaranya membuat waduk Ciawi, menyodet kali ciliwung ke sungai cisadane, lalu serah kelola situ-situ di sekitar ciliwung dari pemerintah pusat ke pemerintah kota.

Faktor penyebab banjir sendiri sangat kompleks. Seiring berjalannya waktu, daerah resapan air di Ibu kota semakin sedikit saja. Daerah resapan air itu kini sudah berubah menjadi perumahan atau mal. Banyak yang geram terhadap perubahan sosial tersebut namun entah kenapa sebagian masyarakat masih saja mengunjungi mal yang berdiri di daerah resapan air itu. Katanya menolak dan prihatin karena berubahnya daerah resapan air menjadi mal tetapi ketika mal sudah jadi justru  mengunjungi mal tersebut. Di sinilah terkadang kelucuan masyarakat Jakarta muncul. Itu baru masalah berubahnya daerah resapan air belum masalah-masalah lainnya. Tapi sudahlah, sebagai masyarakat kita sebenarnya bi sa berbuat lebih untuk mencegah terjadinya banjir. Memang sangat sulit tetapi masalah banjir bukanlah masalah yang tidak ada solusinya. Meski banir sudah terjadi sejak jaman penjajahan dan mengiringi sejarah Kota Jakarta namun sejarah  bisa dirubah. Sebagai masyarakat yang tinggal maupun yang hanya mencari nafkah di Jakarta sudah sepatutnya kita berbuat sesuatu. Sesuatu yang bisa setidaknya meminimalisir musibah banjir secara perlahan. Secara evolusi bukan revolusi, menghilangkan banjir dari Kota Ondel-ondel ini.

Pertama sekali yang harus kita lakukan sebagai masyarakat biasa adalah merasakan dan mengingat. Merasakan apa? Tentu merasakan kepedihan ketika berada dipengungsian yang sangat tidak nyaman itu. Jangankan untuk makan dan minum, untuk buang air kecil saja sulit. Belum lagi kerugian harta benda akibat banjir. Kegiatan bekerja, sekolah, atau pun kegiatan lainnya harus terhenti karena rumah kita kebanjiran. Pasca banjir pun harus bersih-bersih yang tak cukup sekali dilakukan. Setelah benar-benar merasakan kepedihannya, kita harus mengingatnya. Mengingat  ketidaknyamanan ketika banjir datang. Mengingat ga enaknya berada di pengungsian tiap tahun, lagi dan lagi. Merasakan dan mengingat itu harus sungguh-sungguh dilakukan tak boleh hanya menjadi kesadaran palsu yang setelah musin hujan selesai, ikut menguap juga perasaan dan ingatan itu. Untuk apa merasakan dan mengingat?

Setelah musibah ini selesai nanti, ingatlah kepedihannya ketika ingin membuang sampah. Ketika sedang memegang sampah, buka lagi perasaan ga enaknya ketika dipengungsian. Ingat-ingat  lagi rasanya jadi pengungsi dan ingat lagi masa-masa di pengungsian. Karena dengan mengingat dan merasakan kembali kepedihan itu, kita semua semakin yakin harus dibuang kemana sampah itu. Jika tidak ada tempat sampah coba ditahan dulu buang sampahnya. Nah.. inilah bagian tersulitnya, jika tidak dekat tempat sampah kesabaran kita terkadang menyerah. Sehingga menggampangkan saja buang di sembarang tempat.  Dengan merasakan dan mengingat, kita juga tentu semakin yakin bahwa got, sungai, kali, atau pot bunga bukanlah tempat sampah. Kalau memang tahun depan kepingin balik lagi ke pengungsian sih…..ya.. … silahkan saja buang sampah sembarangan lagi.

penulis:

@dikrimuhammadi

dikrimuhammadi.wordpress.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline