Lihat ke Halaman Asli

Semangat Penjual Gorengan Keliling Demi Selembar Rupiah

Diperbarui: 14 Oktober 2015   14:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 Angga Cipta Prasetyo adalah seorang penjual gorengan yang khas dengan suara memanggil pelanggan dengan nada keras dan tempo yang tidak jelas. Dengan cara memanggil pelanggannya yang unik tersebut para pelanggan pun akan mengerti, bahwa suara itu merupakan suara si pedagang gorengan keliling yang si tahu panggilan akrabnya. Dia dilahirkan di kabupaten Lumajang lebih tepatnya di desa Candipuro oleh pasangan suami istri bernama bapak Sucipto dan ibu Sumini. Angga Cipta Prasetyo merupakan anak tunggal. Dia dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1997, sekarang dia berusia 18 tahun.

Dia hanya  bisa merasakan indahnya pendidikan hanya sampai SMP (Sekolah Menengah Pertama) di desanya. Dia bercerita, bahwa dia sangat ingin melanjutkan sekolah ketingkatan pendidikan yang lebih tinngi lagi, tetapi apa daya keterbatasan masalah keuangan yang membuatnya tidak bisa melanjutkan pendidikan. Semenjak itu Angga berhenti sekolah dan mulai masuk pada dunia kerja, walaupun pekerjaan yang ia lakukan tidak sebanding dengan penghasilan yang ia dapatkan, yaitu sebagai tukang kebun SMA di desanya.

Mengingat penghasilan yang dia dapatkan tidak seberapa, Angga pun mengambil tekad untuk mencari pekerjaan di luar kota. Padahal umurnya masih belum cukup untuk mencari pekerjaan di luar kota mengingat umurnya masih 15 tahun, tetapi tekadnya yang begitu kuat Angga pun mengambil keputusan untuk mencari pekerjaan di Kota Malang. Dia berharap dari tekadnya tersebut mendapatkan uang yang lebih untuk membahagiakan kedua orang tuanya, meskipun uang yang dia dapat hanya cukup untuk membiayai kehidupannya sendiri, ucap Angga akrabnya.

Ketika saya mengajukan pertanyaan mengenai hal bagaimana cara Angga  penjual gorengan tersebut memanajemen dagangannya, dia langsung menanggapinya dengan antusias. Dia berjualan mengelilingi dari satu tempat ke tempat yang lainnya, dari pukul 07.00-19.00. Meskipun dia berkerja hampir 12 jam setiap hari, dia tidak pernah patah semangat atas usahanya. Dia terus berjuang untuk mendapatkan sesuap nasi dan berharap juga dia dapat mengirimkan hasil usaha berdagang bisa di kirim kepada ibunya. Namun, di sela-sela itu saya mengajukan solusi kepada Angga untuk sebagian dagangannya di titipkan di toko-toko kecil di pinggir jalan agar keuntungan yang dia dapat lebih besar dan untuk Angga sendiri tidak terlalu berat untuk menggendong dagangannya.

Melalui wawancara kemarin yang saya lakukan, saya dapat mengambil hikmah bahwa hal yang paling baik adalah ketika kita bisa menjadi diri sendiri dalam situasi dan kondisi sepeti apa pun. Janganlah selalu melihat ke atas, lihatlah ke bawah karena masih ada banyak orang yang berada di bawah dalam kondisi dan keberuntungan kehidupan. Kehidupan tak selamanya indah ketika seseorang tak pernah berusaha. Oleh karena, itu kita harus selalu mensyukuri apa yang sudah diberikan oleh sang pencipta dan selalu melakukan yang terbaik terhadap hal-hal yang sudah ada di depan mata  tanpa boleh mengeluh. Serta dengan adanya wawancara tersebut saya mulai mempercayai sebuah pepatah bahwa, di atas langit masih ada langit. Saya merasa lebih beruntung bisa merasakan dunia pendidikan hingga sekarang.

Foto dokpri




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline