Lihat ke Halaman Asli

Diki Zakaria

Penulis Pemula yang masih belajar

Muhasabah Untuk Mengaji Kitab secara Ilmiah

Diperbarui: 16 Agustus 2020   00:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Oleh KH. Bahauddin Nur Salim/Gus Baha (Rois Syuriah PBNU)

NU itu terlalu banyak pengajian umum. Tradisi ngaji (kitab) mulai hilang.  Itu lampu merah.

Orang kaya suka ulama. Suka kiai. Tapi maunya ngatur ulama, tidak mau diatur ulama.

Saya ga mau ngaji yang ribet itu. Harus pasang panggung, sound system, yang penting bupati datang. Ribet.

Mereka habis 50 juta, 100 juta tidak masalah. Tapi sesuai mau mereka, yang datang jamaahnya banyak. Coba, kalo nuruti maunya kiai, ulama, ngajinya menganalisa kitab, uangnya buat mencetak naskah, pasti tidak mau.

Saya ingin kebesaran ulama itu kembali, yaitu bisa mengatur orang kaya. Bukan seperti sekarang, diatur orang kaya.

Banyak yang datang minta pengajian umun, bawa alphard, saya jawab kalo mau ngaji datang ke sini saja. Kalo kiai diatur-atur, kan ribet.

Bukan saya anti. Dan itu perlu. Tapi sudah over. Tapi tradisi ngaji yang sebenarnya, yang jadi standar NU, sudah mulai ditinggalkan.

Ditambah, kiai yang kedonyan, cinta dunia. Klop. Yang kaya, tahunya memuliakan kiai dengan uang, kiainya juga senang. Musibah. Terutama di Jawa Timur.

Saya keluar dari kantor PWNU Jawa Timur, langsung dikasih voucher umroh. Saya jawab, tidak, saya kiai Jawa Tengah.

Makanya saat saya diundang di Tebu Ireng, Pondok Syaikhona Kholil, Termas ... Saya mau asal, disediakan naskahnya Mbah Hasyim  Asy'ari, Mbah Kholil, Syaikh Mahfudz Termas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline