Belakangan ini sebuah berita pembelian pulau menarik perhatian masyarakat. Namun di antara kita lebih kepo pada siapa sih orang mampu mebeli pulau tersebut ketimbang keingintahuan bahwa boelh tidaknya seseorang membeli atau menjual sebuah pulau. Dilansir kompas.com Pulau Lantigiang, Kecamatan Takabonerate, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, dikabarkan dijual oleh seseorang berinisial SA. Kabar tersebut semakin menghebohkan karena nilai penjualannya mencapai Rp 900 juta. Polisi pun turun tangan mengusut kabar dijualnya pulau tak berpenghuni tersebut.
Dan di sini penulis tidak akian membahas siapaorang yang dituduh membeli pulau tersebut, karena fokus perhatian orang pun sejatinya sudahke sana bahkan ke hal-hal pribadi si pembeli tersebut yang nyatanya tidak ada kaitannya dengan upaya membeli pulau tersebut.
Lalu bagaimana aturannya untuk memiliki sebuah pulau di Indonesia?
Pertama adalah ia mesti Warga Negara Indonesia. Nah kalau kita WNI artinya salah satu syarat sudah terpenuhi. Ke dua, tentu saja ia mesti memiliki sejumlah uang. Ke tiga ia mesti memiliki sertifikat kepemilikan, dan sertifikat ini dikeluarkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Nah yang ke tiga inilah yang paling sulit, karena ada beberapa aturan di dalmnya.Lalu apakah aturan-aturan yang dimaksud? Sebetulnya bisa dijalani yakni pemilik pulau harus konsisten dengan persentase area konservasi di pulau yang dimiliki.
Dilansir dari republika.co.id Aturan kepemilikan pulau harus mengutamakan penerapan prinsip konservasi yang menyeluruh dan berkelanjutan.
"Satu pulau itu paling sedikit 30 persen dikuasai langsung oleh negara dan paling banyak 70 persen dari luas pulau dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Dari 70 persen itu pun pelaku usaha wajib mengalokasikan 30 persen untuk ruang terbuka hijau, artinya hanya 49 persen dari luas pulau yang boleh (dimanfaatkan). 51 persen akan dikonservasi," kata Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Aryo Hanggono dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (1/9)
Hal ini dinilai sesuai dengan amanat UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana diubah oleh Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014.
Untuk apa pulau kita miliki?
Jika kita melihat para "pemilik" pulau-pulau, kebanyakan dari mereka adalah memanfaatkannya untuk usaha. Resort serta bebrbagai fasilitasnya di pulau-pulau tersebut menjadi usaha yang menggiurkan tentu saja. Namun demikian ada juga sebagai prestige belaka bahwa Si A misalnya memiliki pulau Anu, dan seterusnya. Memiliki pulau setidaknya lebih membanggakan ketimbang memiliki istri simpanan.
Bagaimana masih ingin memiliki istri simpanan? eh... sebuah pulau?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H