Berkah datang pada sepuluh tahun silam, saat itu Nyai Komariah dan suami ke pasar induk di kota Cianjur. Dari sebuah jongko yang menjual aneka kue Nyai mendapatkan pesanan untuk membuat wajit, cemilan manis yang sudah ada sejak lama. Mulanya jongko atau gerai ini pesan 5 kg wajit, pesanan dipenuhi dan orderan pun mengalir hingga sekarang. Begitulah awal mula Berkah Mandiri yang selanjutnya menjadi Berkahna, produsen makanan khas jaman dulu ini berkembang hingga sekarang.
Mulanya produk wajit ketan lalu menambah varian wajit kacang hijau, angleng ketan, dan beberapa produk lainnya. Berkahna pun kini memeilki bebagai jenis produk cemilan manis. Nyai sendiri belajar membuat olahan makanan ini dari sang nenek yang memang pandai membuat wajit dan dodol. Jika ada tetangga yang mengadakan hajatan maka nenek Nyai Komariah inilah yang mensuplai kebutuhan cemilan ini.
Beberapa resep pun Nyai ceritakan pada penulis di antaranya wajit kacang hijau dan angleng ketan. Untuk wajit kacang hijau, Nyai bertutur, pertama cuci beras ketan dengan bersih direbus sampe lembek. Lalu diangkat dan dicampur gula serta kelapa yang sudah diparut lalu dimasak sampai matang. Berikutnya dibungkus serta ditata di atas nampan dan jemur hingga kering.
Sedangkan untuk angleng ketan prosesnya yakni beras ketan dicuci bersih lalu ditiriskan. Kemudian giling sampai lembut menjadi tepung . Lalu di tumbuk dengan kelapa dan gula aren serta gula pasir.Masak sampe matang, kemudian dibungkus dan terakhir dijemur sampai kering. Begitulah Nyai menceritakan proses pembuatan makanan keduanya.
Seiring waktu Nyai Komariah pun bergabung dengan komunitas UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) hal ini terjadi setelah Nyai ditemui pegawai desa serta mahasiswa magang dari Prasetya Mulya University. Nyai bergabung dengan UMKM Cibeber, kemudian dengan komunitas UMKM lebih besar di Cianjur. Wawasan, relasi, perizinan, serta pemasaran dapatkan berkat bergabung dengan komunitas.
Hingga pandemi covid 19 pun menimpa negara kita. Para pelaku UMKM terdampak imbasnya, tentu termasuk pada Berkahna. Nyai dan suami pun mesti berpikir keras bagaimana agar usahanya bisa bertahan. Padahal tanpa pandemi pun usaha mikro ini memang mesti dilakoni dengan penuh kesabaran. Nyai sebetulnya punya keinginan membangun tempat produksi yang luas serta nyaman.
Usaha wajit dan cemilan manis turun namun kini Nyai menghadirkan jenis produk lain yakni kripik pisang yang ternyata penjualannya jauh lebih bagus, setidaknya bisa menutupi pemasaran wajit yang agak lesu itu. Di masa pandemi juga Nyai masih berkesempatan ikut pelatihan pengembangan produk, pelatihan manejemen, keuangan, serta pemasaran online. Selain Nyai dan suami, ia dibantu oleh 4 orang pekerja yang didominasi oleh perempuan. Untuk kripik pisang Nyai dan suami sendirilah yang mengerjakan produksinya. Beberapa pasar di Cianjur seperti pasar induk menjadi andalan utama pemasaran produknya. Selain itu Berkahna juga memiliki gerai sendiri yang terletak di samping rumahnya.
Penulis sendiri telah mencoba mencicipi berbagai produk berkahna ini kecuali kerpik pisangnya. Wajit kacang ijo misalnya, ini merupakan produk Berkahna yang paling saya sukai. Manis dan gurih namun manisnya pas alias tidak terlampau manis. Dan karena semua bahannya asli maka rasanya pun sangan lezat dan tentu sehat. Inilah makanan jadul yang tidak kalah dengan cemilan kekinian.
Dari Nyai Komariah kita bisa belajar bahwa dengan ketekunan dan kesabaran usaha akan bisa terus berjalan. Semoga pandemi covid 19 ini segera berakhir, daya beli masyarakat kembali meningkat, dan para pelaku UMKM bisa lebih maju lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H