Selepas shooting live bareng Sandiaga Uno, saya mengantar narasumber talkshow yang saya undang yakni Handayani, seorang Director of Consumer Business Bank BRI pada Senin (26/10) lalu. Karena pekerjaan selesai saya pun lantas kembali ke meja untuk sekadar rehat sejenak. Dan di hadapan saya saat itu ada beberapa jenis makanan. Dan yang paling hendak saya cicipi Cookies Tauco, ya tertarik karena ada tulisan tauco di kemasan kue tesebut.
Dikemas secara unik dan keren, tidak menyangka kalau ini ternyata salah satu produk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Kemasan pun saya buka, dan kukisnya langsung saya cicipi. Rasanya? Sekilas seperti halnya kukis pada umumnya. namun ada sensasi lain. Seperti namanya Tauco Cookies, jadi rasanya tauconya masih ada walau tidak "semenyengat" tauco yang belum diolah.
Sudah lama sebetulnya saya penasaran dengan bagaimana cemilan ini dibuat. Dan belum lama ini berkesempatan bertanya langsung pada owner Dwigie Food House, produsen tauco cookies dari Cianjur. Dan inilah kisahnya....
Lima tahun silam Yeti Hernawati mengikuti sebuah seminar peningkatan potensi kuliner daerah. Yeti yang orang Cianjur berpikir bagaimana agar tauco yang belum tentu disukai oleh semua orang bisa dinikmati oleh orang banyak. Atas dasar itulah ia akhirnya punya ide untuk membuat cookies yang salah satu bahan dasarnya tauco.
Bagi ibu dua anak ini membuat kue bukanlah hal sulit namun demikian baru pada percobaan ke dua ia bisa menemukan komposisi yang pas sehingga Tauco Cookies akhirnya tercipta. "Proses pembuatannya sama saja seperti membuat kue kering lainnya., cuma ditambah tauco", kata Yeti menjelaskan secara singkat. Menurut wikipedia kukis adalah makanan yang dipanggang atau dimasak yang biasanya kecil, datar, dan manis. Kukis biasanya terdiri dari tepung, gula, dan beberapa jenis minyak atau lemak. Kukis juga dapat dicampur dengan bahan-bahan lain seperti kismis, gandum, keping cokelat, kacang-kacangan.
Dwigie Food House membuat berbagai varian rasa untuk kukis kreasinya. "Tiga varian yang kita buat, yakni original, choco chip dan buah kering. Khusus di bulan ramadhan ada toping kurma"imbuh Yeti. Berbagai cara pemasaran pun ia lakukan. Di samping rumahnya di Cianjur, Yeti memiliki gerai kecil yang ia namai Tauco Cookies. Yeti melalui Dwigie juga sudah memiliki beberapa reseller. Dan belum lama ini ada reseller dari Papua. Selain itu produknya ia tempatkan di beberapa gerai dan mini market di Cianjur. Agar jangkauan lebih luas ia juga memasarkan produknya di markerplace seperti shoopee, bukalapak, serta lazada.
Setidaknya ia memproduksi hingga 1500 dus per bulan dan akan produksi akan berlipat di bulan ramadhan. Yeti juga didukung penuh sang suami yang merupakan konsultan IT dan pajak di Jakarta. "Kalau ke luar negeri jug sering dibawa sebagai oleh-oleh..Ada yang ke Thailand, Belanda, Singapur, Malaysia, Turki, Jepang, hingga Syiria. Karena saya punya teman yang suaminya pilot yang kalau mau terbang suka minta tauco cookies." ujar Yeti menjelaskan panjang lebar.
Usaha tentu saja mengalami pasang surut, namun Yeti seperti halnya para pelaku UMKM di Cianjur lainnya tetap gigih. Di masa pandemi covid 19 ini Yeti memanfaatkan waktu untuk ikut berbagai pelatihan. Hal inilah yang menjadikan ia bisa menambah wawasan serta pengetahuan. Pada 2018 lalu Yeti Hernawati mendapat penghargaan UMKM Terinovatif di Cianjur. Ya dari wanita ini kita bisa belajar bahwa kegigihan akan membawa hasil.
Penulis: Diki Umbara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H