Lihat ke Halaman Asli

Diki Umbara

Menulis dan Merayakan

Beri Aku Satu Kata

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

puisi Barikatul Hikmah & Diki Umbara

Kasat mata, tak kasat rasa. Sisa embun berlesatan menguar karena
angin, seperti itulah hatiku menghindar dari yang engkau ingin.

Di lembah kefanaan aku berjudi melawan nasib. Suam air mukamu
memantik terka: meski inginku dan inginmu tak satu rima, mampukah kita
satu kelana?

Memercik api kecil dari tapal kaki, cemas ringkik hendak berlari, dua
jiwa yang muskil melawan takdir. Nyatanya asa itu masih ada.

Sampai kapan? Tanyaku pada uluran kobar gelisah. Sampai kapan akan
kau dudukkan kabut di atas kursi raung relung jiwaku?

Ragu perlahan meluruh seperti sisa bebatuan kecil, terperosok karena
kuatnya getar. Gerimis gugur, palu-palu masih mengetam di bawah cahaya
matahari.

Jejakkan jawabmu lekas, sayang. Tak sanggup aku memangku panasnya
gelora yang tanak. Menera di setiap kata, menyela di setiap laku. Jadilah kita, yang mengubah aku dan kamu.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline