Lihat ke Halaman Asli

Prau 2565 Mdpl

Diperbarui: 25 April 2017   02:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hembusan angin di siang itu seakan memaparkan lirih

Tajam dingin sejuknya menusuk pori-pori batin kegelisahan

Dengan harmoni cakrawala sedikit malu-malu mempersembahkan terang

Diselimuti tipis kabut kehidupan disekitarnya


Langkah-langkah kami begitu terasa kecil dan berat

Menyusuri hutan cemara menanjak dan berbatu

Genit gerimis sang empunya menyambut kami dalam lelah

Peluh menetes, nafas tersengal, kaki gontai tak kuasa


Dalam lelah dan letih kaki-kaki ini terus berpijak

Memerhati dan mengamati disekeliling yang ada

Rimbunnya hutan cemara

Riuhnya angin gunung tak terbatas; lepas

Jalan berkelok penuh batu dan mendaki


Kepedulian satu dengan yang lainnya menjadi cemara di hati

Silih berganti melepas lelah dalam pendakian mengenal diri


Deras gerimis meleleh menjadikannya hujan

Angin bertiup kencang mengoyak tubuh-tubuh ketiadaan

Dingin memagut pada tubuh-tubuh yang basah dan kuyup

Sebentar lagi puncak itu menyajikan malam di atas kelam


Berjalan kami mencari titik persinggahan

Hanya sebatang terang dari senter harapan menjadi penuntun jalan

Gemuruh angin menghantarkan ketakutan semakin dalam

Tenda-tenda pelindung diri seakan ingin berlari dipekatnya malam


Pagi lekaslah kembali!

Doa-doa beribu kali sudah diberi

Harapan kemanusiaan tinggi menanti menjadikan puisi

Di tengah tebalnya kabut tanpa hati masih menyimpan mimpi


Potret-potret kamera menjadi saksi ironi di waktu pagi

Prau 2565 mdpl tersimpan asa ada terang dipuncaknya

Satu wajah nampak murung kau matahari

Di puncak Prau kami mengerti; harapan itu sudah terjual-beli olehnya.


Prau, 14 Desember 2016




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline