Lihat ke Halaman Asli

Diki Hendrianto

Mahasiswa prodi Ekonomi Syari'ah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

TikTok Shop Ditutup, Pinjol Bertahan: Dilema Regulasi di Era Digital Indonesia

Diperbarui: 17 Oktober 2023   20:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TikTok Shop Jadi Ancaman UMKM di Indonesia

Dalam beberapa tahun terakhir, transformasi digital telah mengubah panorama perdagangan di Indonesia. Media sosial, khususnya TikTok, telah membuka pintu lebar bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk menjangkau pasar yang lebih luas. TikTok Shop, sebagai platform e-commerce terintegrasi, menjadi alat utama UMKM dalam memasarkan produk melalui video. Namun, penutupan TikTok Shop telah memicu kekhawatiran di kalangan konsumen dan pelaku UMKM.

Penutupan TikTok Shop menciptakan pro kontra di masyarakat. Menteri Perdagangan RI, Zulkifli Hasan (Zulhas), mempertahankan keputusan tersebut dengan alasan melindungi UMKM dalam negeri. Meskipun demikian, banyak kreator dan pedagang merasa terdampak negatif oleh kebijakan ini.

Di sisi lain, fenomena penggunaan produk pinjaman online (pinjol) atau Buy Now Pay Later (BNPL) juga tengah merajalela, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Menurut data dari ResearchAndMarkets.com, jumlah utang yang belum terbayarkan dari BNPL di Indonesia mencapai Rp 25,16 triliun per semester I-2023. Total outstanding yang termasuk kredit macet atau non-performing loan (NPL) sebesar Rp 2,15 triliun, melibatkan lebih dari 13 juta pengguna BNPL, melebihi dua kali lipat pengguna kartu kredit yang sebanyak 6 juta.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa rasio NPL layanan Buy Now Pay Later (BNPL) per April 2023 mencapai 9,7%, melewati batas aman 5%. Generasi muda usia 20-30 tahun menyumbang 47,78% terhadap rasio NPL BNPL. Meskipun pinjaman yang diberikan terbilang kecil, antara Rp 300.000 dan Rp 400.000, tunggakan tersebut berdampak pada credit score anak muda.

Wacana penghapusan TikTok Shop di Indonesia telah memicu berbagai tanggapan, termasuk dari presenter terkenal Feni Rose. Feni berpendapat bahwa penutupan TikTok Shop bukanlah solusi mutlak, mengingat platform ini memberikan kenyamanan berbelanja kepada konsumen. Dia mengusulkan pendekatan yang lebih bijak, mempertimbangkan solusi di mana e-commerce seperti TikTok Shop tetap beroperasi tanpa menghambat bisnis offline.

Fakta dari laporan CNBC Indonesia juga mencatat keluhan pedagang terkait sepi pembeli, sebagian disebabkan oleh popularitas TikTok Shop. Namun, Feni Rose menyarankan agar pemerintah lebih terlibat dalam mendengarkan pelaku industri sebelum mengambil keputusan terburu-buru.

Dalam menghadapi kompleksitas bisnis online, penting bagi pemerintah untuk melakukan dialog terbuka dengan para ahli industri dan masyarakat. Data survei konsumen dan hasil penelitian oleh lembaga independen harus menjadi dasar kebijakan. Dengan pendekatan yang bijak dan mendengarkan suara konsumen serta pelaku UMKM, pemerintah memiliki kesempatan untuk menciptakan regulasi yang seimbang, mendukung perkembangan ekosistem bisnis online yang adil, aman, dan berkembang untuk semua pihak yang terlibat.

Oleh: Diki Hendrianto (Mahasiswa Prodi Ekonomi Syari'ah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember) 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline