Dalam era digital yang terus berkembang dan mengubah lanskap sosial, Generasi Z atau biasa disingkat Gen Z, yang terdiri dari individu yang lahir sekitar pertengahan 1990-an hingga pertengahan 2010-an, menemui tantangan unik terkait identitas dan pencarian makna hidup.
Perubahan dramatis dalam teknologi, pengaruh media sosial, dan tekanan lingkungan menciptakan medan yang kompleks, memaksa mereka untuk menjalani proses pencarian diri yang lebih rumit dibandingkan generasi sebelumnya.
Faktor-Faktor Krisis Identitas
Pengaruh media sosial menjadi poin kritis dalam perjalanan identitas Generasi Z. Mereka tumbuh dalam era di mana gambar dan narasi hidup diunggah secara langsung, sering kali merasa terdorong untuk menciptakan citra yang sesuai dengan standar kecantikan, keberhasilan, dan kebahagiaan yang sering dipromosikan dalam dunia maya. Pameran kehidupan yang serba indah di platform-platform seperti Instagram dan TikTok dapat menciptakan tekanan untuk selalu terlihat sempurna.
Tekanan sosial yang dihadapi oleh Generasi Z tidak hanya datang dari dunia maya, tetapi juga dari dunia nyata. Standar kecantikan yang tidak realistis, ekspektasi akademis yang tinggi, banyaknya opsi dalam kehidupan, dan tekanan untuk mencapai kesuksesan material telah menciptakan medan perang identitas yang kompleks. Namun, dalam menghadapi tekanan ini, Generasi Z menunjukkan kemampuan untuk memahami nilai-nilai sejati dan menetapkan prioritas yang sesuai dengan aspirasi dan keinginan pribadi mereka.
Peran Pendidikan dan Dukungan
Meskipun institusi pendidikan dan beberapa organisasi non-profit telah berusaha menyediakan dukungan dan bimbingan, realitasnya menunjukkan bahwa mereka belum bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhan kompleks Gen Z dalam mengatasi krisis identitas.
Terbatasnya sumber daya dan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan ini masih menjadi tantangan besar. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah lebih lanjut dalam meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga ini agar dapat memberikan dukungan yang lebih komprehensif dan efektif bagi generasi yang tengah menghadapi tekanan ini.
Dinda Rosanita, seorang konselor dalam bidang psikologi, juga menyampaikan pandangannya terkait krisis identitas,"Untuk menghadapi banyaknya tekanan media sosial pada Gen Z dalam melihat kehidupan, menurutku perlu adanya kemauan dan kemampuan dari individu untuk lebih sibuk mengenali diri sendiri, mengetahui kelemahan dan kelebihan diri, hingga mampu menentukan tujuan hidup sesuai dengan harapan dan kemampuan dirinya tanpa harus membandingkan pencapaian dirinya dengan pencapaian orang lain," ujarnya pada wawancara Kamis (28/12/23).
Harapan dan Aspirasi Generasi Z
Dalam menghadapi krisis identitas, Generasi Z menginginkan kebebasan kepada setiap individu untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Mereka berharap agar setiap orang memiliki kesempatan untuk menggali potensi dan mengejar impian sesuai dengan identitas dan nilai-nilai yang mereka anut. Pemberian ruang ini dianggap sebagai langkah krusial menuju sebuah masyarakat yang tidak hanya menghormati keberagaman, tetapi juga memupuk kemandirian setiap individu.
Dengan suara yang kuat, Generasi Z menyuarakan komitmen mereka untuk membangun dunia yang lebih inklusif dan berdaya. Mereka berharap agar pandangan dan aspirasi mereka dapat menciptakan perubahan positif, membawa dampak baik bagi masa depan yang lebih terbuka, bebas, dan menghargai keunikan setiap individu.
Dari seluruh pandangan tersebut, kita dapat memahami bahwa krisis identitas yang dihadapi Gen Z bukanlah sekadar isu pribadi, tetapi juga fenomena sosial yang terkait dengan perubahan budaya dan teknologi. Penting bagi masyarakat dan lembaga pendidikan untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan positif dan pencarian identitas yang sehat bagi generasi yang tengah berjuang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H