Memang dengan perkembangan zaman sekarang kita sangat dimudahkan dalam berbagai hal dari urusan pekerjaan, kehidupan bahkan dalam hal pengembangan uang sekalipun. Berbicara tentang pengembangan uang dan bagaimana mendapatkan untung dari hasil investasi tentunya penting, terlebih dalam investasi tersebut ada komitmen didalamnya untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini pendanaan (investasi) dapat dilakukan pula dengan memakai platform fintech peer to peer lending yang di gadang-gadang menjadi tren investasi masa kini. Karena kemudahannya dalam pemakaian platform dari pendaftaran hingga pendanaan dan mendapatkan imbal hasil, cukup dilakukan dengan sentuhan jari di layar smartphone.
Banyak dari penyedia layanan fintech Peer to Peer Lending tersebut menjanjikan segudang benefit, termasuk keuntungan / imbal hasil yang didapat. Bahkan ada yang menjanjikan sampai dengan 20% p.a, yang dapat kita ambil kesimpulan, imbal hasil tersebut menggiurkan dan dapat mengalahkan rata-rata tingkat inflasi Indonesia.
Perlu di ingat, Peer to Peer Lending ini dalam proses bisnisnya adalah Pendana yang memberikan pinjaman kepada Peminjam dan setelah dilakukan pelunasan, maka Pendana mendapatkan imbal hasil dari uang yang dipinjamkan. Hal pertama kali yang muncul dalam benak sudah pasti apakah pinjaman tersebut dapat dilunasi oleh peminjam, Bagaimana apabila peminjam tidak melunasi pinjaman? Tentunya sebagai Pendana / Investor akan mengalami kerugian baik dari segi finansial dan waktu kalau sampai tidak dilunasi. Mitigasi risiko terhadap hal tersebut biasanya dilakukan dengan memakai balancing score card. Dimana Peminjam akan dilakukan penilaian tentang kelayakannya dan mampu atau tidaknya Peminjam tersebut melunasi pinjamannya. Tentu saja, hal ini tidak dapat menjamin apakah investasi yang dilakukan pendana bebas dari risiko gagal bayar dari Peminjam.
Sebagai Pendana / investor kita memang dituntut untuk mengetahui dan mempelajari platform yang akan dipakai sebagai instrumen pengembangan keuangan. Seperti tips berikut yang bisa membantu Pendana untuk menganalisa aman atau tidaknya suatu platform, seperti :
1. Memastikan platform sudah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
2. Memastikan perusahaan penyedia layanan Peer to Peer Lending tersebut sehat secara finansial.
3. Tenor / jangka waktu investasi (semakin pendek, maka semakin aman, karena Pendana secara cepat pula untuk mendapatkan kembali modal investasi berikut imbal hasilnya)
4. Mitigasi risiko yang dilakukan / dipunyai (seperti adanya balancing score card)
5. Mitra yang bekerja sama dengan Fintech Peer to Peer Lending tersebut.
Sekali lagi, tetap saja tips diatas tidak menjamin akan terjadinya gagal bayar / wanprestasi apabila peminjam tidak dapat melunasi hutangnya. Akan berbeda apabila pinjaman tersebut ada agunan/jaminan. Karena dengan adanya agunan/jaminan dapat meminimalkan risiko ke tingkat yang paling rendah. Tentunya agunan/jaminan harus lebih besar ketimbang nilai dari investasi berikut imbal hasil yang di investasikan.
Seperti yang dilakukan platform danaIN misalnya, platform Peer to Peer Lending pertama di Indonesia yang menggunakan emas sebagai jaminannya. platform Danain hadir sebagai alternatif bagi siapapun yang ingin berinvestasi dengan aman, mudah, dan menguntungkan. Danain mengharuskan pihak peminjam menyerahkan agunan emas kepada PT Mas Agung Sejahtera (PT MAS) selaku mitra. Dengan metode tersebut, Danain berkomitmen untuk menjaga Non Performing Loan (NPL) tetap berada di angka 0 persen, yang dilansir pada siaran persnya dengan tajuk Peer to Peer Lending yang Aman.