Generasi LULUS Tanpa Sekolah
Virus corona (Covid-19) mulai menyebar di China pada awal Oktober 2019, yakni dua bulan sebelum kasus pertama diidentifikasi di pusat Kota Wuhan. Hal tersebut berdasarkan penelitian para peneliti dari Universitas Kent Inggris, yang hasilnya diumumkan pada Jumat (25/6/2021), CNA melaporkan ; Para peneliti menggunakan metode dari ilmu konservasi untuk memperkirakan bahwa SARS-CoV-2 pertama kali muncul dari awal Oktober hingga pertengahan November 2019, menurut sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal PLOS Pathogens.
Tanggal kemunculan virus yang paling mungkin adalah 17 November 2019, dan mungkin sudah menyebar secara global pada Januari 2020. Sementara China secara resmi mengumumkan kasus Covid-19 pertama pada Desember 2019, dan mengaitkan dengan pasar makanan laut Huanan di Wuhan.
Sedangkan, Indonesia pertama kali mengkonfirmasi kasus COVID-19 pada Senin 2 Maret 2020. Saat itu, Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua orang Indonesia positif terjangkit virus Corona yakni perempuan berusia 31 tahun dan ibu berusia 64 tahun. Kasus pertama tersebut diduga berawal dari pertemuan perempuan 31 tahun itu dengan WN Jepang yang masuk ke wilayah Indonesia. Pertemuan terjadi di sebuah klub dansa di Jakarta pada 14 Februari 2020. Atas kejadian teseut kemudian pemeintah Indonesia meneapkan lockdown petama kalinya pada petengahan maet 2020.
Covid-19 memiliki dampak pada banyak entitas yang ada di Indonesia, salah satunya adalah sekolahan. Dengan bertamah maraknya statistic penularan covid-19 kemudian pemerintah menerapkan lockdown atau pembatasan social berskala besar diseluruh wilayah Indonesia seperti dirumahkanya seluruh pelajar untuk melakukan segala kegiatan belajarnya secara mandiri dan mungkin ditambah dengan sesekali bertatap muka melalui aplikasi online.
Dengan adanya lockdown dan mengharuskan pelajar untuk secara mandiri belajar dirumah kemudian muncul pertanyaan pertanyaan seperti; apakah pembelajaran daring efektif?, apa yang pelajar dapatkan selama pembelajaran daring?, dan apakah pembelajaran daring itu menyenangkan atau tidak? Hal itu kemudian memunculkan beragai macam jawaan.
Pertama, bagi sebagian orang pembelajaran daring itu menyenangkan karena mereka tidak perlu bersiap siap dipagi hari untuk berangkat ke sekolah, tetapi sebagian lainya mengatakan bahwa pembelajaran daring membosankan, mereka lebih memilih belajar secara langsung di sekolah bertatap muka dengan guru dengan alasan akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan oleh guru kemudian juga mereka senang karena bisa bertemu dengan teman temannya.
Kedua, apa yang pelajar dapatkan selama pembelajaran daring? Banyak pelajar yang ketika ditanya tidak mengetahui apa yang mereka dapatkan dari kegiatan belajar secara daring. Nah, kemudian muncul pertanyaan ketiga, yaitu apakah pembelajaran daring itu efektif? Jawabanya tentu saja tidak, dari beberapa anak yang saya tanya tentang bagaimana kegiatan belajarnya selama pandemi mereka menjawab dengan mudah yaitu "Yang penting absen sama ngrejain tugas mas".
Kemudian sisanya mereka hanya akan bermain ponsel, bermain game online dan sebagainya. Nah, dari jawaban itu sudah jelas bahwa kebanyakan dari mereka menganggap remeh tentang sekolah, dan mereka tidak memikirkan apa yang akan terjadi dimasa depan jika mereka telalu santai dalam menimba ilmu. Hal ini diklaim memiliki dampak yang buruk terhadap negara kita nantinya, yaitu dengan adanya pandemi dan dirumahkanya kegiatan belajar mengajar bisa jadi akan mengurangi kualitas lulusan para pelajar di Indonesia.
Atas dasar itu kemudian muncul kalimat "Generasi Lulus Tanpa Sekolah". generasi lulus tanpa sekolah yaitu penyebutan untuk lulusan pelajar yang bersekolah pada masa pandemi dengan hanya melakukan kegiatan sekolahnya dari rumah. Kalimat generasi lulus tanpa sekolah ini keluar hanya sebagai lelucon saja, sebagai bahan bercanda antar anak yang mengalami sekolah pada masa pandemi.
Sumber :